Erik Kusuma kesal bukan main. Nama baiknya tercemar gegara warga negara Myanmar yang harusnya dipulangkan ke negara asal malah telantar di Kota Batam, Kepulauan Riau. Rekan bisnisnya di Hongkong dan Cina mengecapnya tidak becus. Apalagi setelah mendapat kabar kalau 10 kru kapal ikan itu kini ditahan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Batam.
Dalam wawancaranya dengan utopis.id, Erik Kusuma menjelaskan ihwal kedatangan hingga telantarnya kesepuluh orang asing ini. Menurut dia, mereka adalah bagian dari 51 kru kapal ikan yang melakukan pergantian awak kapal atau change crew, rinciannya: 35 warga negara Indonesia dan 16 warga negara Myanmar. Mereka masuk ke Batam pada 5 November 2020, dijemput dari perairan Internasional dan turun melalui galangan PT Trans Tiger Internasional di Sagulung. (baca: WNA Myanmar Ditelantarkan di Batam)
Agen penjaminya adalah PT Davina Sukses Mandiri. Perusahaan kapalnya bernama Shandong Blue Ocean Fishery Co Ltd yang beralamat di Hongkong. Pekerjaan ini awalnya ditawarkan kepada Erik, tetapi karena ia tidak mengerti bidang pekerjaan dan tidak memiliki fasilitas yang dibutuhkan, ia menolak. “Kapal punya teman saya, mereka bawa kru ke Batam karena semua negara tidak bisa masuk. Lagi masa-masa meningkatnya penyebaran Covid-19 kala itu,” kata Erik Kusuma.
Kemudian rekannya, Direktur PT Davina Sukses Mandiri, Togu Hamonangan Simanjuntak yang mengetahui persoalan ini akhirnya menawarkan diri untuk mengambil pekerjaan, “Awalnya dia cuma mau terima 35 WNI saja, sementara WNA tunggu dulu” katanya.
Selang beberapa hari barulah semua kru disetujui untuk diurus masuk bersama. Kesepakatan biaya mulai dari penjemputan, karantina, dan akomodasi lain sampai pulang ke negara asal versi Erik, nilainya sekitar Rp20 juta per orang. Jumlah itu di luar biaya tiket pesawat. Kalau ditotal sekitar Rp1,020 miliar, “Sudah dibayar semua sama perusahaan. Saya ada buktinya.”
Erik mengatakan seluruh kru masuk ke Batam tidak melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI). Cap keimigrasian atau tanda masuk juga baru diurus beberapa hari kemudian setelah mereka ada di darat. Untuk tiga hari pertama mereka diinapkan di hotel, kemudian dipindahkan ke indekos di daerah Batam Center, “Mereka diswab di Medilab, semuanya negatif Covid-19. Sama sekali tidak ada yang dikarantina [selama 14 hari].”
Pada 8 November 2020, ke-35 kru kapal Indonesia mulai coba dipulangkan ke Jakarta, melalui Bandar Udara Hang Nadim Batam. Tetapi rencana itu gagal karena para kru ditahan oleh petugas. Erik sempat dipanggil hari itu untuk dimintai keterangan. Karena mengaku tidak tahu menahu soal pekerjaan, ia melimpahkan masalah tersebut kepada Togu. “Intinya saya bilang agen yang handle, jangan cari saya,” katanya.
Tidak jelas musababnya para kru akhirnya dilepaskan dan dipulangkan ke hotel. Mereka kemudian diberangkatkan kembali dua hari setelahnya. Kali ini berhasil lolos, “Tiket itu juga perusahaan yang bayar. Jadi beli tiket dua kali,” kata Erik.
Pada awal Januari 2021, ketika giliran para WNA dipulangkan, mendadak PT Davina Sukses Mandiri meminta biaya tambahan. Khusus untuk kru asing harus ada uang jaminan Rp100 juta per kepala. Permintaan itu tentu saja diabaikan oleh perusahaan kapal karena dinilai tanpa dasar. Walhasil, paspor kesepuluh WNA pun akhirnya ditahan sebagai jaminan.
Padahal kata Erik, tiket sudah dibelikan untuk ke-16 WNA tersebut. Satu tiket biayanya sekitar Rp30 juta. Tetapi karena ada perselisihan, keberangkatan pertama pada 14 Januari 2021 gagal, semua tiket hangus. Kemudian mereka berunding kembali, dan Togu mengizinkan enam WNA pulang lebih dulu pada 22 Januari 2021. Sementara 10 orang lainnya terpaksa menunggu dan paspornya ditahan sebagai jaminan. Inilah awal mula telantarnya para WNA itu.
“Togu minta cost tambahan karena sudah melewati waktu. Dia klaim minta Rp100 juta per orang untuk deposit, dari sinilah teman saya marah. Peraturan macam apa itu. Visa bukan Togu yang ngurus, dia cuma ngurus dua bulan pertama. Sisanya itu owner yang bayar denda. Denda perhari [over stay]. Jadi aku bilang, total yang dikeluarkan ada Rp1 miliar. Sudah ditransfer semuanya,” katanya.
Mulai dari hari itu para WNA hidup di Indonesia dengan kondisi tak menentu. Tidak punya uang dan terancam diusir dari kontrakan. Keadaan sedemikian mengenaskan sampai-sampai untuk makan saja cuma satu kali dalam seminggu. “Perjanjian kasih makan satu hari tiga kali, berubah jadi satu hari dua kali, kemudian dari dua hari jadi satu kali sampai tidak diberi makan,” katanya. Pihak perusahaan tidak mau mengurusi lagi, “Dia [Togu] yang tahan, dia yang tanggung lah. Dia minta deposit, kita nggak mau lagi karena sudah ada kesepakatannya dari awal,” kata Erik.
Para WNA itu akhirnya diamankan oleh Imigrasi pada 27 Desember 2021 lalu. Menurut Staf Humas Imigrasi Batam, Karima, didampingi Staf Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Aris, dalam wawancara 2 Februari 2021, kesepuluh WNA ini diamankan karena terkena Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK). Kesalahan berada pada agensi penjamin. Oleh karena itu, untuk sementara mereka ditampung di Ruang Detensi Imigrasi Kelas I, Batam Center.
Imigrasi Batam mengaku masih belum mengetahui siapa agen penjamin yang menelantarkan dan menahan paspor para WNA ini. Akan tetapi, keduanya memastikan kalau yang dilakukan oleh penjamin sudah melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dan ada pidananya. Terutama pada pelanggaran Pasal 118, dengan ancaman hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
“Terkait agen yang membawa lari itu kita berkordinasi, karena ini telah masuk pidana karena melarikan identitas orang asing. Mereka sponsorsif [penjamin] sudah lepas tanggung jawab, itu ada pidananya di UU Keimigrasian yakni tentang Jaminan dan Kewajiban Penjamin,” katanya. Kedua staf ini dikirim oleh Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Keimigrasian, Tessa Harumdila untuk melakukan wawancara dengan utopis.id, karena Tessa sedang tidak berada di tempat.
Masuk Ilegal ke Indonesia
Erik menduga tambahan biaya itu muncul, karena PT Davina Sukses Mandiri terbelit ulahnya sendiri. Salah satunya karena dalam proses change crew diduga tidak mengikuti prosedur CQIP, yaitu Custom (Bea dan Cukai), Immigration (Imigrasi) dan Quarrantine (Karantina), serta Port master (Syahbandar). Erik mengatakan, “Saya menduga semua sistemnya itu under table [bawah meja]. Kita kan ngerti juga soal CQIP,” katanya.
Dapat dilihat pada kedatangan para kru kapal yang dijemput dari perairan internasional dan masuk melalui galangan kapal, yang menurut Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Keimigrasian, Tessa Harumdila, cara masuk seperti ini adalah ilegal. Sebab, setiap orang asing ataupun WNI harus melewati tempat yang disediakan secara resmi oleh negara.
Tessa mengatakan, untuk di Batam pintu masuknya, yaitu di Pelabuhan Harbour Bay, Batam Center, dan Sekupang. “Di luar itu bukan tempat keluar masuk, di luar itu jatuhnya ilegal,” katanya saat dihubungi utopis.id.
Sementara persoalan ditahannya para kru Indonesia saat hendak terbang ke Jakarta pada 8 November 2020, General Manager Badan Usaha Bandar Udara (BUBU) Hang Nadim Batam, Bambang Soepriono, mengatakan, pihaknya belum mendapat informasi soal penahanan tersebut. “Kami cari informasi yang dikatakan pada 8 November 2020, tetapi belum ketemu informasinya,” katanya saat dihubungi utopis.id.
Pencarian dilakukan berdasarkan informasi kejadian. Terlepas dari itu, Bambang menjelaskan, setiap calon penumpang harus melewati semua ketentuan yang berlaku. Khusus penerbangan lintas negara, wajib melewati pemeriksaan paspor di imigrasi . “Kalo penerbangan internasional seperti biasa syaratnya nanti ada pemeriksaan imigrasi, [kemudian] lewat seperti biasa, lewat SCP I dan SCP II, lalu ke ruang tunggu,” kata dia.