Lipstik untuk Wali Kota Batam

Aliansi Masyarakat Terdampak SUTT (AMDAS) memelesetkan lagu Ca Ca Marica, dalam aksi damainya di kantor Wali Kota Batam.
Share on facebook
Share on twitter
Share on email
Share on whatsapp
Share on telegram

Salah satu pemimpin aksi menitipkan lipstik kepada seorang pejabat untuk diberikan kepada Wali Kota Batam. Foto: Fathur Rohim.

 


 

Pembaca yang baik, sebelum masuk ke lirik berikut, cobalah ingat kembali nada lagu “Anak Kambing Saya”:

 

Mana di mana wali kota kita

Wali kota kita sedang lari sembunyi

Mana di mana wali kota kita

Wali kota kita pergi cari upeti

Cari upeti apa?!

Cari upeti apa?!

Cari upeti untuk maju ke Kepri

 

Benar. Itu adalah lagu Ca Ca Marica versi khusus. Sebuah lagu nan sederhana yang langsung bisa dipahami hanya dengan mengingat nadanya. Aliansi Masyarakat Terdampak SUTT (AMDAS) menjadikan ritme melodi yang ceria itu sebagai yel-yel dalam aksi damai, pada Senin, 28 Maret 2022 lalu. Beda dengan aslinya, mereka bukan mencari “Anak Kambing”, melainkan Wali Kota Batam, Muhammad Rudi.

 

Hari itu, mereka mendatangi kantor bright PLN (Perusahaan Listrik Negara), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Wali Kota Batam yang memang lokasinya berdekatan. Puluhan massa aksi itu didominasi kaum ibu-ibu, yang turut pula menyemarakkan aksinya dengan dentuman kompang.

 

Dum-dum-tratak-tak-tak-dum.

 

Pemilihan kata pada lirik lagu di atas ditenggarai oleh sikap Muhammad Rudi, yang mereka nilai diam terkait persoalan pembangunan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 Kv milik bright PLN Batam. Perusahaan listrik milik negara itu pun disebut warga turut menawarkan sejumlah uang demi melancarkan pembangunan SUTT 150 Kv. Lebih lagi, Wali Kota Batam digadang-gadang bakal maju dalam ring tinju politik merebut kursi Gubernur Kepri.

 

Voila, maka jadilah lagu tersebut.

 

Selain menyanyikan lagu, massa aksi juga memainkan teatrikal singkat, yang menggambarkan petugas PLN Batam memberikan sejumlah uang pada Wali Kota Batam. Aksi yang sontak membuat sekuriti, Satpol PP, dan polisi mengernyitkan dahi.

 

Aksi ini merupakan rangkaian panjang penolakan warga atas pembangunan SUTT 150 Kv. Beberapa langkah hukum pun sudah mereka ambil, sembari ingin menunjukkan bahwa AMDAS adalah perwujudan warga negara yang baik.

 

Merka punya banyak cara mempertahankan argumennya. Minggu sebelumnya, Nina Sari, warga Perumahan Modena mencoba gantung diri di tower SUTT sebagai bentuk protesnya saat melihat pekerja PLN Batam hendak memasang kabel di sana. Setelahnya, dua warga lainnya juga diseret, dipukuli, dan digelandang ke Polresta Barelang saat melakukan hal serupa yang dilakukan Nina Sari: menolak proses pengerjaan SUTT 150 Kv.

 

Padahal, apa yang mereka lakukan benar di mata hukum dan dilindungi pula oleh undang-undang. Selain itu, perlawanan lewat aksi damai, demo, dan lain sejenisnya dilakukan warga sebagai langkah terakhir usai aduan serta jalur hukum tak membuahkan hasil.

 

Seluruh instansi pun telah mereka mintai bantuan. Namun, jauh panggang dari api. Sejumlah pertemuan dengan pihak atau instansi terkait tak membuahkan hasil. Alhasil, AMDAS pun melawan dengan berbagai aksi penolakan di tiap-tiap titik menara listrik itu akan dibangun di sekitar perumahan mereka.

 

AMDAS sendiri lahir sebagai bentuk perlawan warga di Perumahan Modena, Cendana, dan Bandara Mas yang menolak pembangunan tower SUTT 150 Kv milik bright PLN Batam. Penolakan itu pun bukan tak berdasar, mereka khawatir akan dampak radiasi yang nantinya timbul setelah SUTT beroperasi dan membahayakan kesehatan.

 

Dalam aksi penolakan terakhir, Kamis, 24 Maret 20222, dua orang warga diamankan polisi. Kedua orang yang ditangkap itu merupakan warga Perumahan Modena yang mengadang petugas PLN Batam saat hendak memasang kabel di SUTT.

 

Sekretaris AMDAS, Nurhaedah, mengatakan, kedua warganya itu diseret, dimasukkan ke mobil sambari dipukuli, lalu dibawa ke Polresta Barelang. Sehari berselang, keduanya kemudian dipulangkan.

 

“Ponsel warga yang merekam kejadian itu bahkan dipatahkan polisi,” katanya kepada utopis.

 

Dia menjelaskan, aksi damai yang mereka lakukan di 3 kantor pemerintahan dilakukan agar pemerintah patuh dan menghargai hukum. Sebab, persoalan SUTT itu kini tengah dibahas di Mahkamah Agung (MA) dan proses pengerjaan menara listrik itu diminta dihentikan sementara hingga adanya keputusan hukum.

 

AMDAS juga menuntut Pemerintah Kota Batam tegas dan menegakkan Perda Nomor 03 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2021-2041.

 

Laporan utama: Kerja, Kerja, Kerja, Celaka!

 

“Di dalam Perda itu menjelaskan bahwa dalam pasal 19 disebutkan kalau jalur saluran SUTT ada di Kelurahan Batu Besar, Nongsa, bukan di Kelurahan Belian, Batam Kota, lokasi perumahan kami berada saat ini,” kata dia.

 

Nurhaedah berkisah, jalur hukum sudah mereka tempuh dan kini tersisa hanya adalah melakukan perlawanan. Pun saat warga melawan, PLN Batam justru mendatangkan aparat kepolisian. Dirinya bahkan pernah diseret polisi saat tengah berdemo.

 

Dia percaya, aparat kepolisian di Batam adalah orang yang baik dan hanya menjalankan tugasnya. Tetapi, mereka juga yakin AMDAS adalah sekumpulan warga negara yang baik pula. Untuk itu dia meminta kepada Wali Kota Batam, Kapolda Kepri, dan Kapolresta Barelang untuk tidak menakuti warga melalui aparatnya.

“Kami sudah mengadu juga kepada camat dan lurah tetapi keduanya tidak hadir saat itu. Mungkin ada arahan dari wali kota atau bagaimana saya tidak tahu. Padahal wali kota kami anggap sebagai orang tua yang kami percayakan memimpin Batam,” katanya.

 

Nurhaedah mengatakan, “Kami seperti anak ayam yang mau ditabrak truk, tetapi induknya entah ke mana. Tak ada satupun instansi yang melindungi kami. Kalau kami diadu dengan aparat kepolisian, sudah pasti kami kalah. Dua warga saya yang ditangkap kemarin, juga tidak jelas karena apa. Tiba-tiba sudah dipulangkan. Ini intimidasinya namanya.”

 

Dalam aksi damai di 3 kantor pemerintahan kemarin, AMDAS turut menyerahkan miniatur tower SUTT 150 Kv kepada bright PLN Batam. Hal itu dilakukan sebagai bentuk simbolis penolakan warga akan kehadiran tower SUTT 150 Kv di sekitar perumahan mereka.

 

Sementara saat unjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Batam, AMDAS memberikan lipstik untuk Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, yang dinilai banyak memberi janji manis. Pemberian lipstik dilakukan sebagai bentuk sindiran warga atas inkonsistensi wali kota terhadap ucapannya dalam persoalan SUTT tersebut.

 

Ketua AMDAS, Suwito, mengatakan, pihaknya ingin agar pengerjaan SUTT dihentikan dan dipindahkan ke lokasi lain sesuai Perda. Lokasi lain yang dimaksud adalah sisi pinggir jalan di seberang perumahan yang sejalur dengan Bandara Hang Nadim Batam.

 

Menurutnya, lokasi itu sudah sesuai dengan Perda yang ada dan juga tidak berpotensi membahayakan masyarakat. Warga khawatir apabila pembangunan SUTT yang terlalu dekat dengan permukiman dapat merusak kesehatan warga karena radiasi.

 

“Kami sudah berupaya sampai ke ranah hukum, tapi sampai sekarang pengerjaan itu tetap dilanjutkan oleh PLN Batam,” kata Suwito.

 

Selain itu, warga juga menyesalkan kerap mendapat intimidasi dari beberapa polisi yang dinilai melakukan penindakan semena-mena kepada warga yang menolak pembangunan SUTT itu.

 

Dalam salah satu poin tuntutan, warga pun meminta agar polisi bersikap netral menengahi masalah tersebut. Menurut Suwito, pihaknya sudah beberapa kali memperjuangkan tuntutan warga melalui rapat dengar pendapat (RDP) DPRD, baik tingkat kota maupun provinsi.

 

Pada bulan Maret 2021, warga sudah menghadiri RDP di Komisi III DPRD Kota Batam, dan bulan Februari 2022 kemarin mengikuti RDP bersama DPRD Kepri.

 

“Sampai sekarang kami belum mendapat notulensi atau kejelasan dari DPRD. Kami juga sudah pernah ketemu langsung dengan pak wali [Wali Kota Batam, Muhammad Rudi], tapi belum ada hasil,” katanya.

 

Sekali waktu, beberapa perwakilan AMDAS bertemu dengan Wali Kota Batam di ruangannya. Suwito berkisah, pertemuan singkat siang itu seolah memberikan harap. Sebab, warga mengaku senang akhirnya suara mereka didengar oleh sang pembuat kebijakan.

 

“Pak Rudi bilang, tenang bapak-ibu sekalian, sore ini akan saya informasikan kabar baik terkait SUTT ini. Tapi yang ada, sampai detik ini kabar itu tak juga kunjung ada. Pembangunan SUTT pun masih berlanjut,” kata dia.

 

Aksi massa AMDAS kemudian disambut oleh Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Kota Batam, Pebrialin Razak. Dia menegaskan, pihaknya atau dalam hal ini Wali Kota Batam, Muhammad Rudi sangat terbuka akan kritikan.

 

Terkait dengan listrik, kata dia, sebelum pindah ke provinsi kewenangan adanya di Pemerintah Kota Batam. Mulai dari pembangunan hingga tarif listrik.

 

“Tetapi tentu kami juga punya peran dalam persoalan ini. Masalah SUTT ini juga saya dengar sudah sampai di Mahkamah Agung. Untuk itu mari hargai proses hukum yang saat ini tengah berjalan,” katanya.

 

Dia menuturkan, apa yang massa aksi suarakan hari itu akan disampaikan ke atasan. Dengan kapasitasnya yang terbatas, Febrialin pun tidak bisa mengeluarkan pernyataan terhadap persoalan SUTT 150 kV tersebut.

 

Menurutnya, apa-apa yang dia dengar dalam aksi itu akan dibahas bersama, dan wali kota akan mengambil langkah sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.

 

“Kami juga akan pelajari terkait adanya pergeseran pembangunan menara SUTT itu. Saat ini juga Pemerintah Kota Batam tengah gencar melakukan pembangunan, yang tentunya sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Termasuk pembangunan menara SUTT ini, akan kami pastikan dan pelajari apakah memang menyalahi aturan yakni Perda Nomor 13 Tahun 2021 itu,” katanya.

 

Selain mendengar aspirasi massa aksi AMDAS, Febrialin pun turut menerima lipstik yang diberikan warga agar nantinya diserahkan kepada Wali Kota Batam, Muhammad Rudi.

 

 

 

***

 

 

 

 


 

Liputan Eksklusif

Jurnalisme Telaten

Utopis adalah media siber di Kota Batam, Kepulauan Riau. Etos kerja kami berasas independensi dan kecakapan berbahasa jurnalistik.

© 2022 Utopis.id – Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman Utopis.