Duet Gagal, WNA Telantar

Imigrasi Batam masih meraba siapa calon tersangka yang menelantarkan sepuluh warga negara Myanmar di Kota Batam, Kepulauan Riau. Para pengusaha yang terlibat sama-sama tidak mau disalahkan. Upaya berkelit dari jerat pidana?
Share on facebook
Share on twitter
Share on email
Share on whatsapp
Share on telegram

Serangan balik telah disiapkan Togu Hamonangan Simanjuntak. Ia berniat memperkarakan rekan bisnisnya, Erik Kusuma. Masalahnya adalah soal sepuluh warga negara Myanmar yang telantar selama setahun di Kota Batam, Kepulauan Riau. Togu berdalih menahan paspor para WNA itu sebagai jaminan, karena pekerjaannya mengurus pemulangan para kru kapal ikan tersebut masih diutangi Rp1,7 miliar.

 

Kesepuluh orang asing yang telantar ini adalah bagian dari 51 kru kapal Lu Rong Yuan Yu Yun 188, kapal ikan berbendera Cina, yang melakukan pergantian awak kapal di perairan internasional. Rinciannya: 35 warga negara Indonesia dan 16 warga negara Myanmar. Mereka berada di Batam sejak November 2020 lalu, dan akhirnya diamankan petugas imigrasi pada akhir Desember 2021. (baca: Warga Negara Myanmar Telantar di Batam)

 

Menurut versi Togu Hamonangan Simanjuntak, cerita telantarnya WNA ini bermula dari Erik Kusuma yang ditawarkan pekerjaan oleh Shandong Blue Ocean Fishery Co Ltd, untuk mengurus pemulangan 51 kru kapal ikan. Namun, karena tidak memiliki fasilitas (perusahaan) yang dibutuhkan. Erik pun menawarkan pekerjaan kepada Togu. Tawaran diterima. Duet dimulai.

 

Pada masa itu ada larangan masuk kapal berbendera asing ke Indonesia. Akhirnya, para kru dijemput ke perairan Internasional dan turun melalui galangan PT Trans Tiger Internasional di Sagulung. Dari sini masalah mulai muncul. Terutama karena kedatangannya tidak melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) alias ilegal, dan Togu berdalih tidak tahu ada kru asing yang menumpang.

 

“Erik bilang, ada 51 kru Indonesia. Saya bilang ke dia [Erik] tidak mau terima di laut, saya terimanya di darat. Lalu saya carikan kapal [untuk menjemput ke OPL] dan hubungkan langsung ke Erik,” kata Togu Simanjuntak kepada utopis.id, Sabtu pekan lalu. “Tiba-tiba setelah kru Indonesia keluar [di galangan], ternyata ada kru asing,” katanya.

 

Dia membantah pernyataan Erik yang mengatakan kalau ke-51 kru ini tidak dikarantina. “Selama 14 hari [karantina] di hotel, tanya Erik, dia tahu hotelnya. Dan ada buktinya, jadi kita bicara fakta,” kata Togu. Akan tetapi, dia juga mengamini kalau 35 kru Indonesia memang sempat ditahan di Bandara Hang Nadim Batam saat hendak terbang ke Jakarta. Meskipun tidak merinci tanggalnya, dari keterangan Erik diketahui kalau peristiwa penahanan itu terjadi pada 8 November 2020, atau tiga hari setelah para kru tiba di Batam.

 

Dia menolak disebut agen kapal atau kru. Menurut dia, perusahaannya hanya sebatas penjamin masuknya ke-51 orang ini. Sementara agennya bernama Rajawali yang beralamat di Jakarta.

 

Togu mengaku juga tidak berkomunikasi langsung dengan perusahaan kapal yang menggunakan jasanya. Semua dihubungkan melalui Erik, termasuk soal urusan biaya. Akhirnya, karena ini, mereka yang awalnya bersekutu menjadi berseteru. Puncaknya ketika Togu merasa jasanya tidak dibayar. Persoalan makin ruwet, karena Togu membantah telah menerima uang Rp1 miliar untuk biaya pemulangan kru kapal seperti yang dikatakan Erik Kusuma. (baca: Nama Tercemar Gegara WNA Myanmar)

 

“Tapi Erik yang transfer saya. Berapa yang ditransfer saya tidak tahu. Dan kalau Erik bilang sudah transfer Rp 1,2 miliar, tunjukan dulu buktinya. Ada kita [PT Devina Sukses Mandiri] terima nggak? Itu dong! Kita bicara fakta,” katanya emosional. Tapi, lanjut Togu, kalau bukti kepengurusan visa, memang PT Devina Sukses Mandiri yang bayar ke negara. Selain itu bayar kepengurusan medical check-up 3 kali, SWAB, tiket pesawat. “Juga biaya 35 kru Indonesia yang ditahan oleh oknum di Bandara Hang Nadim Batam, juga kita yang bayar,” kata Togu Hamonangan Simanjuntak.

 

Biaya jasa yang terutang katanya sampai Rp 1,7 miliar. Ia merincikan 3 lembar invoice di antaranya dengan total; 7600 U$, 7000 U$, dan 5000 U$. Jumlah itu menurutnya adalah biaya pemulangan 35 kru Indonesia dan 6 kru Myanmar yang belum tuntas. Atas dasar inilah dia menahan paspor WNA sisanya sebagai jaminan. Sebab, lanjut Togu tidak ada yang mau membayar tiket kru asing dari Batam ke Jakarta. “Siapa lagi yang mau membayar tiket dari Batam ke Jakarta, karena orang saya saja tidak dibayar. Bagaimana mau saya bayar. Orang Myanmar ini bilang, minta diberangkatkan dulu 6 orang, lalu dibayarnya. Saya ada buktinya, tapi malah tidak dibayarkan,” kata dia.

 

Togu mengklaim persoalan tunggakan ini sudah dia laporkan ke Kedutaan Myanmar. “Ada kita invoice-nya, saya lampirkan ke kedutaan Myanmar, saya bicara langsung dengan konsulat jenderal dan dubesnya, dan polisipun kita sudah klarifikasi, mana ada telantar,” katanya. Togu mengatakan, “Ini [Erik] nanti kita akan perkarakan. Bukti kita ada, bukti percakapan kita juga ada sama dia [Erik] dan itu dikerjakan sama perusahaan. Ada bukti transfer luar negeri ke saya nggak? Tidak ada. Semua ke Erik, dia lepas tangan,” kata dia.

 

Dia menolak disebut sebagai orang yang bertanggung jawab atas telantarnya para WNA ini. Sebab, upah jasanya pun belum dilunasi. Pihaknya mengklaim juga sudah merogoh uang puluhan juta untuk biaya kebutuhan para WNA selama beberapa bulan di Batam. Justru menurut dia, pihak yang bertanggung jawab harusnya adalah perusahaan kapal rekanan Erik Kusuma. “Ini saya lagi desak Kedutaan Myanmar untuk mendesak Kedutaan Cina supaya menahan pengusaha kapal, dan setelah pengusaha kapal ditahan akan terungkap berapa yang ditransfer ke Erik,” katanya.

 

Terkait biaya per-orang yang dikeluarkan untuk kru kapal asing, Togu tidak menjelaskan dengan rinci. “Tanya dia [Erik], dia bilang kan Rp 1,2 miliar. Tapi saat ini sudah hampir Rp 1,7 miliar, karena over stay kan, harus bayar ke negara. Kami bukan agennya, kami penjamin mereka supaya bisa masuk, itu harus di garis bawahi,” kata dia.

 

Pada 15 Februari 2021, utopis.id menghubungi Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Keimigrasian, Tessa Harumdila. Dia mengatakan, pihaknya belum mengetahui siapa agen penjamin kesepuluh WNA tersebut, dan mengaku baru mendengar nama PT Davina Sukses Mandiri. Untuk calon tersangka kasus ini pun masih dicari. “Iya, [calon tersangka] masih dicari, tetapi [proses] lebih jelasnya coba ditanyakan ke unit terkait,” kata Tessa.

 

Para orang asing ini sampai sekarang masih ditampung di Ruang Detensi Imigrasi Kelas I, Batam Center, dan belum tahu kapan akan dipulangkan. “Kami juga masih menunggu respon dari Kedutaan Myanmar, karena tidak ada yang mau membiayai kepulangan mereka,” katanya.

Berita Lain

Liputan Eksklusif

Utopis adalah media alternatif di Kota Batam, Kepulauan Riau. Etos kerja kami berasas independensi dan kecakapan berbahasa jurnalistik. Kami berani karena benar.

© Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman Utopis.