Kecelakaan Kerja di Batam Tinggi, Sanksi ke Perusahaan Takada

Belum ada perusahaan yang disanksi karena kecelakaan kerja di Kota Batam.
Share on facebook
Share on twitter
Share on email
Share on whatsapp
Share on telegram

Para pekerja melakukan demonstrasi di Kota Batam, Kepulauan Riau. Foto: Fathur Rohim.

 


 

Artikel ini adalah bagian dari laporan utama kami yang berjudul: Kerja, Kerja, Kerja, Celaka!

 

 

Di dalam ruangan rapat sebuah kedai kopi di bilangan Batam Center, Aldi Admiral terlihat berbincang serius dengan tiga orang pria. Sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengawasan Ketenagakerjaan wilayah Kota Batam, yang baru menjabat, jadwalnya boleh dibilang padat. Buktinya, dua kali didatangi utopis ke kantornya ia selalu tak di tempat.

 

Pada Jumat, 22 Maret 2022, itu dapat kabar dia lagi di kedai kopi. Hampir 60 menit menunggu kesempatan wawancara. Hari itu, Aldi sedang disibukkan oleh insiden kecelakaan kerja di PT Jovan Technology. Bertemu sore itupun, setelah ia baru kelar dari mengumpulkan bahan keterangan ke perusahaan bersama anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). “Iya, bagaimana. Apa yang mau ditanyain?” katanya kepada utopis.

 

Dari insiden yang menewaskan buruh perempuan itu, Aldi tentu banyak melihat minimnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaan. “Saya belum bisa bilang mereka itu lemah [penerapan K3], tetapi secara kasat mata memang safety tidak ada,” kata Aldy. Kasus ibu tergilas truk garpu tersebut adalah kematian kedua yang dia dalami dalam bulan ini. Sebelumnya, ada kasus pemuda yang tewas jatuh dari ketinggian di PT Marcopolo Shipyard, 8 Maret 2022. (Baca juga: Kicauan Gagak dan Marcopolo)

 

Kemampuan mantan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Kepulauan Riau, ini dalam menyimpulkan masalah patut ditunggu. Mampukah ia menekan kasus kecelakaan kerja yang terus meningkat di Batam? Atau masalah akan “menguap” sama seperti tahun-tahun sebelumnya?

 

Harap dicatat: Dari sekian kasus kecelakaan kerja setiap tahunnya, UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan wilayah Kota Batam, belum pernah memberikan sanksi kepada perusahaan. Sebatas memberikan rekomendasi pencabutan izin pun juga belum. Kepada Utopis, Aldi Admiral menjelaskan betapa peliknya persoalan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ini.

 

Barapa jumlah kecelakaan kerja di Batam? (kematian, cedera, atau sakit)

 

Kecelakaan kerja ada datanya, kalau tiap tahun, saya tidak ingat. Karena baru setahun terakhir ini saya lihat. Tetapi setiap tahun kami ada datanya. Kalau masalah peningkatan lebih detailnya itu ada di kantor.

 

Kalau melihat data, justru sebagian besarnya itu kecelakaan kerja itu kecelakaan lalu lintas (laka lantas). Karena laka lantas itu masuknya dalam cakupan BPJS sehingga dia jadi terlapor ke kami juga. Bahkan 60 persen laka lantas terjadi pada saat dia pergi atau pulang dari tempat kerja atau dinas. Paling banyak di situ.

 

(Aldy mengirimkan angka kecelakaan kerja, tetapi tidak merinci soal kematian, cacat, ataupun sakit. Menurut data itu, kecelakaan kerja di tahun 2021 ada sebanyak 2.502 kasus, dan jumlahnya meningkat dibanding tahun 2018 yang ada 2.229 kasus. Sedangkan untuk tahun 2019 dan 2020 softcopy-nya terhapus karena serangan virus.)

 

Apa saja standar yang harus diterapkan untuk K3?

 

Kami merujuk ke UU (Undang-Undang) Nomor 1 tahun 1970, Undang-Undang Keselamatan Kerja dengan turunannya yang sekian banyak standarnya. Di situ banyak regulasi yang menjelaskan bagaimana menggunakan alat angkat angkut atau bagaimana lingkungan kerja yang baik, tetapi induknya tetap UU Nomor 1 tahun 1970, kemudian ada juga UU Nomor 13 tahun 2003 dan terakhir UU Cipta Kerja.

 

Ada berapa perusahaan di Batam yang sudah disanksi karena kecelakaan kerja?

 

Perusahaan yang disanksi terkait kecelakaan kerja belum ada. Ada [perusahaan yang disanksi] tetapi di luar kota waktu itu di Anambas, di Batam belum ada. (baca: “Perusahaan Nakal, Cabut Izinnya)

 

Mengapa? Memang apa saja yang dilakukan Lembaga Anda ketika terjadi kecelakaan kerja?

 

Pertama kami amankan daerah sekitar ya di TKP (tempat kejadian perkara), yang kedua ya pasti pengambilan bahan keterangan dari para pihak menajemen. Selanjutnya nanti PPNS yang akan koordinasi dengan instansi terkait seperti polisi dan lain-lain. Wujudnya nanti seperti P21 begitu, prestisia (proses hukum pidana).

 

Kalau ada kecelakaan kerja mengakibatkan kematian terjadi berulang pada satu perusahaan?

 

Kalau masalah pengulangan, ketentuan terkait itu tidak ada. Hanya kalau untuk kecelakaan kerja, SOP (Standar Operasional Prosedur) kami jelas di Peraturan Menteri Ketenagakerjaan juga dijelaskan, bahwa itu langsung dilakukan bukan proses pembinaan lagi, tetapi sudah proses prestisia atau hukum pidana. (menjawab pertanyaan nomor dua)

 

Kalau pencabutan izin juga bukan kewenangan kami, karena kami bukan lembaga yang mengeluarkan izin usaha. Kami bisa mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin, tapi belum pernah kami lakukan.

 

Bagaimana pengawasan dari Disnaker agar perusahaan menerapkan K3? (misalnya di galangan Tanjung Uncang, sudah umum kalau bekerja di sana bebas tanpa alat pelindung diri)

 

Pertama kami memastikan dulu regulasinya itu sudah dijalankan oleh perusahaan atau tidak. Tapi kan. masalah klasik ya, masalah personel. Keterbatasan jumlah personel kami saat ini berjumlah 21 orang pengawas di UPT Batam, spesialis K3 itu cuma ada 3. Kemudian PPNS cuma ada satu, sementara jumlah perusahaan itu ada ribuan. Sehingga untuk men-cover itu sebenarnya kami ada namanya P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan Kerja) di perusahaan, tetapi tidak semua perusahaan ada. Alasannya karena ada ketentuan lainnya. (Baca: Antara Lalainya Sunkontraktor dan Abainya Kontraktor)

 

Jadi masalah K3 ini sangat berpotensi untuk tetap terjadi kecelakaan, itulah PR [pekerjaan rumah] kita bersama untuk mencoba meminimalisirnya.

 

Lantas, apa program Disnaker untuk K3 saat ini?

 

Kalau program (K3) itu mungkin lebih tepat ditanyakankan ke seksi K3 di Disnaker Provinsi Kepri dan untuk program kegiatan itu di sana kami ada bidang pengawasannya.

 

Kalau untuk pekerjaan seperti buruh bangunan ada program K3-nya?

 

Prinsipnya begini, kalau sudah ada hubungan kerja dia wajib dilindungi. Nah, di situ kami hadir melalui UU K3. Sepanjang ada hubungan kerja mau dia statusnya PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau PKTT, harian, atau musiman ketika dia ada hubungan kerja maka dia wajib dilindungi. Artinya, sudah wajib di-cover oleh UU K3.

 

Bagaimana aturan K3 outsourcing?

 

Secara hukum kalau dia berbadan hukum ya dia yang bertanggung jawab subcon-nya (subkontraktor). Kalau di Omnibuslaw itu kan outsourcing itu lebih ke bisnis jadi pemerintah menganggap ini masalah bisnis. Sehingga pengaturannya tidak sejauh itu, tetapi kewajiban outshourcing untuk melindungi hak pekerjanya tetap menjadi tanggung jawab mereka. Dia harus berbadan hukum, sehingga kewajiban tadi yakni perlindungan, kesejahteraan, keselamatan, dan lain-lain tetap menjadi tanggung jawab subkontraktor maka dipisahkan dengan badan hukum yang tadi.

 

Bila kecelakaan menimpa karyawan subkontractor (contoh di Marcopolo Shipyard),  apakah beban hukum cuma ditanggung subkontraktor? Atau bersama-sama dengan main contractor juga?

 

Yang itu (kecelakaan kerja di PT Marcopolo Shipyard) masih kami proses. Pertama pelanggarannya bukan karena dia outsourcing-nya, tetapi karena dia secara berbadan hukum melanggar K3. Nah, itu yang ditertibkan. Baik itu outsourcing maupun main contractor, kalau dia melakukan pelanggaran harus ada konsekuensi hukumnya. Secara aturan tidak ada perbedaan karena melindungi hak pekerja itu kewajiban semua lini kan. (baca: Kicauan Gagak dan Marcopolo)

 

Ya itu tadi, kami kan ada seksi K3 ni selain kami yang dari UPT dan seksi K3 ini tentu lebih banyak program terkait dengan K3 walaupun cakupannya se-Kepri.

 

Kalau bicara soal sosialisasi memang kami melakukan pemeriksaan rutin dan pemeriksaan berkala, itu ada kewajiban dari pengawas untuk keliling perusahaan untuk melakukan pengawasan. Namun, balik lagi ke persoaan tadi, karena jumlah personelnya yang terbatas dengan cakupannya yang begitu luas, sehingga hasil yang kami dapat kurang maksimal.

 

Sementara untuk melakukan program-program Bimtek (Bimbingan Teknis) dan lain-lain itu tergantung dari anggaran, ya tidak bisa kami lakukan dalam sebulan sekali itu agak sulit. Tapi kalau teman-teman pengawas melakukan sosialisasi itu turun ke lapangan untuk menangani kasus pengaduan upah dan yang lain-lain dan itu menjadi tugas kami juga.

 

Kalau soal kecelakaan kerja di PT Jovan Technologies, bagaimana?

 

Itu masih kami cek [pengendara forklift yang tidak mengantongi lisensi operator] karena keterangan resmi dari perusahaan kami belum dapat. Tadi disampaikan memang [ketika sidak bersama Komisi IV DPRD Batam) sang sopir tidak punya lisensi operator, di situ ada ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan.

 

Sekarang yang kami cari tahu siapa yang menyuruh dia [penabrak] mengendarai forklift itu dan masih kami telusuri. Jadi kami masih melakukan pendalaman dokumen-dokumen nanti yang mereka berikan termasuk keterangan dalam minggu ini baru bisa kami sampaikan. (baca: Sopir Amatir Pengantar Maut)

 

Terkait dengan PT Jovan Technology, saya belum bisa bilang mereka itu lemah [penerapan K3] tetapi secara kasat mata memang safety tidak ada, P2K3 [Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja] juga tidak ada, padahal jumlah karyawan 1.200-an. Namun, lemah atau tidaknya belum bisa kami ukur sampai mereka memberikan dokumen resmi baru bisa kami nyatakan.

 

Makanya sekali-sekali butuh dikejar juga ke bidang pengawasan, kan, bahwa program-programnya apa? K3 ini juga bukan hanya  soal alat peralatan, dokumentasi, dan surat-surat lengkap, tetapi ini kan mengubah perilaku orang-orang.

 

Banyak yang bilang perusahaan sekelas McDermott taat K3, sementara yang lainnya tidak. Pandangan Anda?

 

Begini, kan tidak semua perusahaan karakternya sama seperti McDermott, terus kondisi internal dan finansialnya juga tidak semuanya sama kan? McDermott jadi best marking kami atau patokan kami ya boleh, tetapi tentu kondisinya beda-beda. Yang di Tanjung Uncang itu kadang masalah upah saja sudah jadi beban.

 

Kalau namanya safety itu kan tidak kelihatan karena itu investasinya besar memang tidak kelihatan barangnya. Tapi kalau sudah kejadian baru terasa.

 

 

 

 

***

 

 

 

 


 

Liputan Eksklusif

Jurnalisme Telaten

Utopis adalah media siber di Kota Batam, Kepulauan Riau. Etos kerja kami berasas independensi dan kecakapan berbahasa jurnalistik.

© 2022 Utopis.id – Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman Utopis.