Empat hari lalu, lamunan Cahaya atau akrab dipanggil Mak Andi, pecah seketika mendengar kicauan seekor burung gagak, yang bertengger di pokok kuweni pekarangan rumahnya, di Kecamatan Sagulung, Kota Batam, Kepulauan Riau. Darahnya berdesir. Mulutnya berkecumik pagi itu. Air matanya jatuh berderai. Mengingat rambutnya yang sudah memutih, ia takbir dan berdoa. “Biarlah habis dulu ramadan ini, bila Engkau mau mengambil nyawaku,” kata Mak Andi, menirukan ucapan doanya kepada utopis.id, Kamis 10 Maret 2022.
Siangnya, waktu hendak ke pasar Sei Langkai, di Sagulung, wanita paruh baya ini melihat lagi seekor gagak terbang tak jauh dari halauannya. Mak Andi makin gelisah, teringat mitos soal gagak: pertanda kematian. “Saya ceritakan ke Tia, anak gadis saya. Tak percaya dia. Saya bilang, ‘Mak tak nakut-nakutin kamu. Tapi orang tua dahulu, kalau melihat gagak dekat dengan kita tandanya akan ada yang dijemput.'” katanya. Tiga hari berselang kegelisahannya terbukti. Tetapi bukan dia yang meninggal, melainkan Hadi, calon menantunya.
Calon menantunya yang masih berusia 26 tahun itu tewas karena terjatuh dari ketinggian. Rekaman video yang beredar, terlihat tubuh Hadi telungkup bersimbah darah. Tidak ada pelindung diri sabuk tubuh (body harness) yang ia pakai. Di sekitarnya, ratusan mata pekerja menonton dari lambung kapal raksasa bewarna coklat serupa karat. Informasi yang utopis.id terima, kapal berbendera Singapura itulah tempat Hadi bekerja.
Kesedihan menebal bagi keluarga yang ditinggalkan. Di Batam, pemuda malang itu numpang di rumah calon mertuanya. Meski beda atap dengan Tia, tetapi rumah mereka masih satu pagar. Mak Andi lah yang membantu mengurus kebutuhan mereka. Sebagai gantinya, Hadi membantu biaya keperluan rumah, seperti membayar air dan listrik. “Kalau makan, tetap saya yang urusin, dibilang nge-kos, juga nggak,” katanya. Hadi sudah dianggapnya anak. Bahkan jauh sebelum almarhum tinggal bersamanya. “Sebelum kerja di sana [Marcopolo], Hadi nge-kos di tempat lain. Tapi dia sering main ke sini karena sudah dekat dengan Tia,” katanya
Semasa hidup, Hadi dikenal baik dan juga penurut. “Tak pernah keluar. Kalau dia pulang sore, mandi lalu ke masjid salat Magrib, nunggu sebentar lanjut Isya, habis itu pulang, makan. Nanti jam 12 malam, jemput Tia pulang kerja,” katanya. Belakangan, Hadi memang sedang kejar target biaya pernikahan. Mencari lembur setiap hari. “Jadi, dia [Hadi] sering lembur sampai jam sepuluh malam untuk ngumpulin uang. Kalau dia belum pulang saya belum bisa tidur. Saya tungguin dulu dia pulang. Di sini nih, saya duduk menunggu,” kata Mak Andi di kursi panjangnya.
Saking sayangnya kepada calon mantu, Mak Andi rela ‘menyekolahkan’ barang berharganya agar Hadi punya kendaraan bermotor. “Tuh, motornya. Sampai saya gadai barang, beli motor buat dia,” kata Mak Andi berkaca-kaca sambil menunjuk satu unit motor bebek lama yang parkir di teras rumah. Sebelum maut menjemput, dengan motor jadul itu, Hadi berangkat kerja. ” Tetapi, baru dibeli dia sudah pergi tinggalkan kami,” katanya menyeka air mata.
Keluarga Sudah Ikhlas
Hadi mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Elisabeth, Kelurahan Sei Lekop. Lukanya terlalu parah, “Telinganya sampai keluar darah,” kata Mak Andi. Jenazahnya tidak diotopsi. Pada 9 Maret 2021, sehabis pemulasaraan dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kepri, jenazah Hadi langsung diterbangkan ke Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Ia disemayamkan di kampung halamannya. Semua biaya diurus oleh perusahaan. “Kami sudah ikhlas, keluarga Hadi juga sudah ikhlas,” katanya.
Itulah mengapa dua hari setelah kepergian Hadi, rumah yang dihuni terlihat sepi. Lorong gang dan juga teras rumah tidak ada menunjukkan tanda-tanda orang berkabung. “Kami video call dari sini sampai dikubur malam itu,” katanya. Pasca-kejadian, Tia mengurung diri di kamar. Rasa sesak itu tak kunjung hilang. “Habis salat kami berdoa. Lapangkanlah kuburnya,” katanya.
Secara pribadi, Mak Andi berharap kematian calon menantunya tidak dipermasalahkan. Perusahaan sudah bertanggung jawab sampai jenazah disemayamkan, pun yang mengajak Hadi kerja, katanya, masih ada hubungan keluarga juga dengannya. Ia mengatakan, memang sempat dibuat bingung saat di rumah sakit. Ceritanya, ketika Hadi meregang nyawa, petugas bergantian meminta keterangannya, terutama soal pernyataan damai. “Sudah takdir Tuhan. Kami sudah ikhlas,” katanya berulang-ulang.
Pada 10 Maret 2022, utopis.id mengunjungi PT Marcopolo Shipyard. Namun, perusahaan enggan mengomentari kasus kecelakaan kerja ini. “Kasusnya sudah diserahkan ke Polsek,” kata seorang petugas keamanan. Dari luar gerbang, terlihat satu kapal besar yang mencolok meski dilihat dari kejauhan. Kapal berbendera Singapura dengan panjang 159 meter itu warnanya sama dengan video yang beredar. Kapal itulah yang diduga tempat Hadi bekerja dan terjatuh.
Polsek Sagulung juga irit komentar. Kasus kecelakaan kerja itu katanya masih diselidiki. “Untuk jenazah hari itu juga dikebumikan ke kampung halaman, Medan sana,” kata Kanit Reskrim Polsek Sagulung, Iptu Murhaka, saat ditemui utopis.id, 10 Maret 2022.
Sebetulnya ini bukan kali pertama kecelakaan kerja yang memakan korban terjadi di Marcopolo Shipyard. Pada 19 April 2021, seorang pekerja bernama Calvin Alfahri (20) juga tewas dengan cara yang sama: jatuh dari ketinggian. Korban saat itu merupakan karyawan PT Levian Cahaya Sukses. Ia jatuh saat berada di tangga setinggi 12 meter. Polisi, Dinas Tenaga Kerja, dan Komisi IV DPRD Kota Batam sempat menyoroti kasus ini. Akhir kasusnya: belum jelas.