Rapat tertutup petinggi negeri, yang membahas kasus Yuantai Holdings digelar berkali-kali dan terkesan mengakomodir keinginan korporasi itu akhirnya mengerucut. Petunjuk dan narasi yang jelas dari jaksa dipahami oleh penyidik KSOP Khusus Batam. Kasus yang diduga merugikan negara sekitar Rp100 miliar itu pun berlanjut. Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap atau P21, pada Kamis, 8 September 2022, penyidik KSOP Khusus Batam menyerahkan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Batam.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Kepri, Nixon, membenarkan perkara tindak pidana pelayaran PT JNT sudah lengkap dan lanjut untuk dilakukan penuntutan. “Pagi [Kamis] tadi penyidik KSOP Khusus Batam melimpahkan tersangka dan barang bukti. Serah terima itu di Kejaksaan Negeri Batam,” kata Nixon kepada Utopis saat dihubungi melalui sambungan seluler. (baca berita sebelumnya: Ibarat Menilang Anak Jenderal)
Menurut dia, setelah menerima pelimpahan tahap dua itu, berkas perkara akan segera didaftarkan ke Pengadilan Negeri Batam sesuai locus delicti atau perkara pidana terjadi di perairan Batam, Nixon menyebut, sidang akan digelar di Pengadilan Negeri Batam. Wiko, bos dari PT Jaticatur Niaga ditetapkan sebagai tersangka pada Mei 2022 lalu. Begitu juga dengan Wiwit Supriawan, Kapten kapal TB An Ding. Namun, meski berstatus tersangka, Wiko dan Wiwit masih bisa menghirup udara bebas. “Tidak ditahan,” kata Nixon.
Nixon tidak menjelaskan kenapa dua tersangka itu tidak ditahan di rumah tahanan (Rutan) Batam. Padahal, menurut beberapa penegak hukum yang diwawancarai Utopis, tersangka Wiko menurut mereka berpotensi menghilangkan barang bukti. (baca berita sebelumnya: Meredam Kerugian Negara)
Adapun dua tersangka diduga melanggar:
Pasal 303 ayat (1) dan ayat (3) UU Pelayaran: “Setiap orang yang mengoperasikan kapal dan pelabuhan tanpa memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp300 juta.” Bila mengakibatkan kematian seseorang, menurut ayat (3) Pasal ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Tersangka juga diduga melanggar Pasal 284 UU Pelayaran: “Setiap orang yang mengoperasikan kapal asing untuk mengangkut penumpang dan/atau barang antar-pulau atau antar-pelabuhan di wilayah perairan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.”
Kemudian Pasal 302 UU Pelayaran: “Nakhoda yang melayarkan kapalnya dan mengetahui bahwa kapal tersebut tidak laik laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp400 juta.” Jika mengakibatkan kerugian harta benda, menurut ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
Meski kasus ini lanjut ke pengadilan, ihwal dugaan kerugian negara Rp100 miliar belum tersentuh aparat penegak hukum. Saat ini perkara PT JNT yang maju baru pidana pelayaran. Terkait ini, Kepala Seksi Intelijen Kejari Batam, Riki Saputra, saat dikonfirmasi Utopis pada Selasa 16 Agustus 2022, belum bisa berkomentar terlalu jauh. Terkait dugaan kerugian negara itu menurut dia, bisa saja aparatur penegak hukum jemput bola menanganinya. Jika ditemukan atau ada indikasi kerugian negara di situ.
Dugaan kerugian negara versi Utopis: Rp100 miliar (baca di sini)