– PT Jaticatur Niaga Trans menyetor sekitar Rp1 miliar setiap bulannya kepada BP Batam
– Budianto mengaku, Polairud Polda Kepri melakukan pengawasan di setiap kegiatan penundaan kapal
– KSOP sempat mengeluarkan kebijakan yang khusus membebaskan kapal-kapal asing milik Budianto itu beroperasi
“Kami mengaku salah, dan siap membayar denda. Apa masalah bisa selesai?“ Pertanyaan itu dilontarkan Budianto dalam wawancara bersama Utopis pada Kamis pekan lalu ketika menjelaskan ihwal kapal-kapalnya yang diamankan oleh Kantor Syahbandar Otoritas dan Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam. Direktur Utama PT Jaticatur Niaga Trans ini menganggap argumentasi apapun nirguna—meski ia merasa benar–, terlebih karena perkara sudah dalam tahap penyidikan.
Akan tetapi, sebagai pengusaha ia merasa berhak menuntut keadilan, “Demi kepastian hukum dan investasi,” katanya. Dia juga punya penjelasan penting soal apa yang melatarbelakangi kapal-kapal berbendera asingnya, yang dianggap melanggar asas cabotage itu, tetap melakukan kegiatan penundaan dan alih muat barang tanpa mengantongi izin dari KSOP Khusus Batam.
Budianto mengatakan, salah satu alasannya adalah karena perusahaanya bekerja sama dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam. Mereka juga rutin menyetor PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) kepada lembaga pemerintah pusat itu. Nilainya ratusan hingga miliaran rupiah setiap bulannya. Persisnya untuk periode 2 Februari – 6 Maret 2022 saja, setoran mencapai Rp942 juta.
Kerja sama itu terjalin sejak tahun 2019, terkait pengelolaan dan pengoperasian anjungan terapung fasilitas penyimpanan produksi minyak atau gas alam (floating storage), dan alih muat barang di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. (Baca:Jaticatur Babak Belur)
Kegiatan kerja sama datang dari tiga perusahaan yang Budianto pimpin, yaitu PT Jaticatur Niaga Trans, PT Pelayaran Melati Samudera, dan PT Batam Slop and Sludge Treatment Centre (BSSTEC). Nilai investasinya mencapai triliunan rupiah. Nama perusahaan terakhir bahkan diresmikan oleh tiga menteri sekaligus. Salah satunya adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Lantas, mengapa ada kegiatan yang harusnya merupakan bagian mendasar dari nota kesepahaman itu menjadi ilegal?
Bermula ketika Budianto mendatangkan 12 kapal berbendera asing untuk menunjang kegiatan dari perusahaannya. Karena di Indonesia menganut asas cabotage, yang mengatur soal hak eksklusif kapal berbendera Merah Putih, ia pun terkena kewajiban untuk mengganti bendera kapal impornya itu. Masing-masing jenis kapal yang kemudian diurusnya adalah: enam kapal tunda, empat tanker, dan dua perahu layar.
Proses melokalkan kapal-kapal impor berusia puluhan tahun itu memakan waktu. Oleh Kepala KSOP Khusus Batam yang lama, Mugen Suprihatin Sartoto, pada tanggal 31 Mei 2021, diterbitkanlah satu Berita Acara Kesepakatan nomor BA.KSOP.BTM 6 Tahun 2021. Isinya memperbolehkan 12 kapal tersebut beroperasi selama tiga bulan. PT Pelayaran Melati Samudera berjanji menyelesaikan pergantian bendera paling lama 31 Agustus 2021, dan semua prosesnya akan diawasi KSOP.
Tertulis dalam surat kesepakatan itu, kalau pergantian bendera hingga batas waktu yang ditentukan belum selesai, KSOP tidak akan memberikan pelayanan dalam bentuk apapun.
Tiga bulan berlalu, proses pergantian bendera nyatanya belum kelar. Budianto tidak menjelaskan apa saja syarat yang belum lengkap kepada Utopis. Namun, dia mengatakan, “Ibaratnya, kapal itu belum ada surat lahir, belum ada paspor, belum ada KTP,” katanya.
Pada masa itu, Mugen Suprihatin Sartoto sudah digantikan oleh Rivolindo. Budianto mulanya sempat berinisiatif datang menemui pimpinan KSOP Khusus Batam yang baru itu. Niatnya meminta keringanan. “Tapi dia [Rivo] itu nggak terlalu respect lah. Minta nomornya [ponsel] pun tak dikasih.”
Karena merasa tidak mendapat arahan, perusahaannya memutuskan tetap beroperasi seperti biasa, meskipun semua kegiatan alih muat barang atau penundaan yang dia laporkan di sistem layanan Inaportnet milik Kementerian Perhubungan, ditolak secara otomatis. Ia beranggapan, kegiatan-kegiatan tanpa izin syahbandar itu dapat dimaklumi.
“Harusnya peraturan menunjang investasi. Kami melakukan begitu [alih muat barang dan penundaan] pun justru di pelabuhan bebas, dan tidak merugikan negara apapun. Kami juga setoran PNBP ke BP Batam. Selalu bayar kita,” katanya.
Kenyataannya negara rugi akibat kegiatan itu. Budianto mengaku memang ada PNBP yang belum bisa dibayarkan selama ini karena kapalnya berbendera asing, yaitu tarif jasa penundaan kapal. “Tapi, kita sudah buat statement kalau itu akan kita bayar,” katanya.
Tunda sendiri adalah kegiatan yang merupakan bagian dari kenavigasian yang meliputi kegiatan mendorong, menarik, atau bermanuver ketika kapal hendak lepas atau sandar dari fasilitas tambat. Tunda masih satu kesatuan dengan jasa pandu, karena petugas pandu lah yang membantu nakhoda memahami situasi perairan. Kegiatan ini pun hanya bisa dilakukan oleh perusahaan yang terikat kerja sama operasi (KSO) dengan BP Batam.
Puncak dari masalah ini adalah pada 21 Februari 2022. Menurut dia, petugas datang menyergap salah satu kapal tundanya, TB An Ding. “Mereka kemudian cek log book, barulah tahu ada kegiatan 40 kali [tunda] itu,” katanya. Dua pekan setelahnya giliran TB An Rong, yang diperiksa. Lalu operasi menyasar MT Tutuk yang bermuatan 5 juta liter marine fuel oil atau minyak hitam. Alasan petugas, karena kapal tanker itu melakukan alih muat barang ke MT Lynx Satu tanpa izin.
Menurut Budianto, kegiatan penundaan TB An Ding termasuk semasa kebijakan Mugen Suprihatin Sartoto berlaku. Sementara data dari laporan pelabuhan PT Jaticatur Niaga Trans, untuk periode 2 Feburari sampai 6 Maret 2022, ada 32 kali kegiatan pemanduan keluar-masuk yang dilakukan terhadap kapal pengangkut elpiji (LPG). Total PNBP yang disetor adalah Rp942 juta. Masing -masing dari jasa pemanduan Rp400 juta; jasa navigasi Rp221 juta; VTS Rp10 juta; jasa pelabuhan Rp212 juta; dan nota loading Rp96 juta. Yang hilang atau tidak tercatat dalam laporan itu adalah jasa penundaan.
“Artinya, BP Batam kan selama ini tahu soal kegiatan ini, orang dia terima duit kok. KSOP juga tahu. Cuma assist tugnya kita belum bisa bayar karena persoalan benderanya tadi,” kata dia.
Budianto menganggap perusahaannya adalah korban dari KSOP Khusus Batam yang ingin menunjukkan kekuasaan. Menurut dia, setelah Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 disahkan, KSOP mendelegasikan 28 jenis tugas perizinan kepada BP Batam. Kewenangan KSOP tersisa pada keselamatan dan keamanan. Sementara BP Batam sebagai pengendali, pengawas, dan pengatur. “Dia [KSOP] tidak mau kalah dengan BP Batam. Atau dia iri karena pemasukan PNBP itu masuknya bukan ke dia, tapi ke BP Batam,” kata Budianto.
Ditolak KSOP, Minta Pengawasan ke Polairud
Toh, kata Budianto, ketika kegiatan penundaannya ditolak atau tidak diberi izin oleh KSOP Khusus Batam, dia tetap mencari pengamanan dan pengawasan dari instansi sebelah. “Kita minta bantu Airud [Polairud] bantu pengawasan. Karena dia tak kasih kita olah gerak, ya tak mungkin kita berhenti usaha kan? Kita lapor ke Aiurd, kita ada kegiatan menunda, ya kita lapor kamu bantulah pengawasan. Petugas KSOP pun tahu,” katanya. Terkait ini, Dirpolairud Polda Kepri Kombes Pol Marudut Liberti Panjaitan, belum menjawab pertanyaan Utopis, apakah benar ada pengawasan dan atas dasar apa?
Budianto, pada intinya, menyesalkan sikap Rivolindo yang dianggap tak bersahabat dengan pengusaha. Terutama karena pengamanan kapal-kapalnya tidak didahului peringatan. Padahal, Surat Laut Sementara kapal-kapalnya sudah diterbitkan Direktur Perkapalan dan Kepelautan mulai dari 11 Februari 2022.
Kendati demikian, dia mengakui prosesnya pergantian benderanya itu memang masih Panjang. Tapi, setidaknya dia ada niat mengurus.
“Apakah kita harus berhenti kerja? setelah susah payah kita membina [investor] dari luar. Kenapa Pak Mugen bisa [keluarkan kebijakan], tapi Pak Rivolindo takbisa? Harusnya ditanya dulu proses kita sampai mana, “ katanya, “saya tanya, boleh nggak kita bilang investor setop jangan datang? Boleh, asal kamu [Rivolindo] kasih tahu dulu kita. Kasih teguran. Kita pun pasti tak akan melakukan itu. Kasih kita waktu, kita juga kasih tahu BP Batam ini usaha setop dulu,” katanya.
KSOP Khusus Batam melalui Humasnya, Aina Solmidas, mengatakan saat ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil sedang melaksanakan proses penyidikan terkait kasus tersebut. “Mohon kita berikan kesempatan kepada tim PPNS untuk melaksanakan tugasnya,” katanya menjawab konfirmasi Utopis, 8 April 2022. Sementara Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Capt Mugen Sartoto, belum merespon permintaan wawancara.
Direktur Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BP Batam, Dendi Gustinandar mengatakan, pihaknya menghormati segala tindakan hukum yang dilakukan oleh KSOP Khusus Batam dalam persoalan terkait kapal-kapal PT Jaticatur Niaga Trans/PT Pelayaran Melati Samudera yang kini bermasalah.
BP Batam juga menghormati keputusan KSOP Khusus Batam sebagai pihak yang mengurusi ranah keselamatan dan keamanan pelayaran. Pihaknya pun berharap agar apa yang dilakukan KSOP Khusus Batam bisa juga memberikan kepastian dari sisi investasi dengan investor.
“Kami lihat dulu, kan sekarang kasus ini sudah naik ke ranah hukum. Sehingga yang bisa kami lakukan sebagai sesama intansi pemerintah adalah menghormati itu dan menghargai apa yang dilakukan KSOP Batam,” kata Dendi Gustinandar.
Artikel ini terbagi dalam tujuh bagian, kami menuliskan laporan khusus tentang kasus ini secara terpisah agar Anda, para pembaca, bisa memahami persoalan secara utuh. Artikel berikutnya akan terbit pada 12 April 2022.