Sekretaris Kecamatan Batam Kota, Faisal, membantah menerima pengembalian uang sogok dari Emil Turaan. Dia mengaku tidak pernah bertegur sapa dengan Ketua Kelompok Masyarakat Odessa itu. Lagi pula, kata dia, masalah proyek pembangunan sarana dan prasarana kelurahan (PSPK) tidak ada hubungannya dengan kecamatan. “Persoalan proyek itu di instansi kelurahan,” kata Faisal saat dihubungi Utopis.
Pengembalian uang sogokan tersebut sebelumnya diucapkan oleh Emil Turaan. Ketua RT 03 Perumahan Odessa ini bilang pihak kecamatan mencoba menyuap dirinya dengan memberikan uang senilai Rp50 juta. Emil menduga sogokan ini berkaitan dengan laporannya kepada Kejaksaan Negeri Batam, terkait dugaan korupsi dalam pelaksanaan program PSPK. “Uang [sogoknya] sudah saya kembalikan,” kata Emil.
Baca: Temuan Cuma Rp13 Juta, Uang Sogok Rp50 Juta
PSPK adalah program andalan Pemerintah Kota Batam sejak tahun 2016. Program ini memberi keleluasaan pada kelompok-kelompok masyarakat untuk membangun sarana dan prasarana di lingkungannya. Semula pada tahun 2016, anggarannya cuma Rp750 juta per kelurahan. Pada tahun 2022, naik menjadi Rp2,5 miliar. Jika dikali dengan total 64 kelurahan yang ada, totalnya menjadi Rp160 miliar. Tahun depan, menjelang pemilu, direncanakan naik menjadi Rp192 miliar. Pelaksanaannya berpotensi dikorupsi.
Dugaan korupsi pertama kali dilaporkan kepada Kejari Batam pada tahun 2021. Pelapornya adalah Emil Turaan. Akan tetapi, laporannya waktu itu dinyatakan tidak cukup bukti. Pada September 2022 ini, Emil kembali melapor lagi. Kali ini dugaannya terbukti, tetapi laporan tersebut dilimpahkan jaksa kepada inspektorat. Itu karena dugaan kerugian negara cuma Rp13 juta. “Memang cuma belasan juta, tetapi itu, kan, baru satu Pokmas,” kata Emil.
Utopis mengonfirmasi banyak pihak untuk membuktikan pola permainan seperti yang dikatakan Emil. Sebelumnya Emil menuding ada pemufakatan jahat dalam proyek-proyek PSPK. Pemufakatan jahat yang dia maksud dimulai dari dokumen sampai bahan bangunan yang tidak sesuai dengan rencana anggaran belanja (RAB). Ada proyek yang tetiba muncul padahal tidak pernah diajukan masyarakat. Pola itu kata dia berlaku sedari dulu.
Sumber Utopis yang mengetahui perkara ini mengamini apa yang dikatakan Emil. Dia mengatakan, pola permainan proyek PSPK terorganisir. Dari bawah sampai ke pucuk pimpinan di Kota Batam dia duga mengetahui ini. “Patut diduga camat dan lurah bermain,” katanya kepada Utopis. Menurut dia, dugaan itu bisa ditelusuri dari satu sampel kelompok masyarakat yang ada di lingkungan tempat tinggal yang difasilitasi program PSPK. Salah satunya adalah Perumahan Odessa.
Dia mengatakan, kelompok masyarakat seolah-olah jadi congek dalam kegiatan itu, dan jadi tumbal kepentingan para pejabat. “Namanya saja Pokmas, tapi apa yang disepakati di rapat warga, tidak berlaku. Yang diterapkan itu, pola dari kelurahan. Misal, Pokmas sudah tentukan nih orang-orang yang bekerja. Terutama di bidang pengadaan, teknis serta toko material, tapi itu mereka [kelurahan] yang menentukan,” katanya.
Menurutnya, pada saat rapat di kelurahan, Pokmas yang terlibat hanya mengamini apa yang ditentukan. “Termasuk biaya admin Rp2,5 juta setiap Pokmas. Ini alasannya agar tidak ribet nanti saat laporan pertanggungjawaban. Jadi mereka yang mengurus, Pokmas tinggal beres,” kata dia. Satu Pokmas diperkirakan dapat dana sekitar Rp200 juta-an. Itu masuk ke rekening Pokmas. “Harusnya Pokmas yang mengelola semua dana. Tapi ini tidak. Pokmas hanya mendapat bersih upah kerja sekitar Rp17 juta-an dan sudah dipotong pajak sekian persen,” katanya.
Korban Laporan Emil
Banyak pihak yang menjadi korban karena laporan Emil. Salah satunya adalah Sahabudin Yusbin. Dia dulunya adalah Ketua LPM Belian merangkap fasilitator kelurahan. Dia merupakan juru bayar PSPK. Oleh karena laporan Emil, dia mengaku turut dipanggil Kejari Batam terkait temuan Rp13 juta itu.
Menurut dia, keributan ini bermula ketika Emil meminta uang Rp5 juta untuk material tidak terpakai yang dicatat oleh Pokmas Odessa. Tidak ada proyek fiktif seperti yang dituduhkan. “Ada jalan yang kita bangun, bukan pekerjaan fiktif,” kata pria yang akrab disapa SBY ini kepada Utopis.
Dia mengatakan, alasan proyek itu tidak dikerjakan adalah karena dalam perencanaan disebut jalan, tetapi pada kenyataannya itu adalah area parkir. “Emil juga tahu itu,” katanya. Saat ini Pokmas sedang menyusun Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) proyek senilai Rp 187.574.000 tersebut.
SBY mengatakan, permasalahan ini juga dipicu sentimen pribadi antara Emil Ketua RT 03 dengan Hartanto Ketua RW 40 di lingkungan Perumahan Odessa. Menurut SBY, dalam masalah “temuan” tersebut berujung pahit bagi RW. Hartanto dipecat sepihak jadi Ketua RW oleh Lurah Belian, Farhan. SBY menegaskan, patut diduga, jabatan Ketua RW jadi barter dari temuan. Hingga, mantan RW Hartanto kini memperkarakan Lurah Belian terkait Surat Keputusan (SK) pemecatan sepihak itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjung Pinang di Sekupang, Kota Batam.
Sentimen antar-keduanya menurut SBY terasa ketika waktu pelaksanaan proyek masuk, tetapi modal Pokmas bekerja belum ada. Waktu itu, SBY menyarankan Emil meminjam uang kas RW untuk membiayai proyek. Hartanto memberikan pinjaman, tetapi Emil malah berbohong dengan bilang pinjaman justru diberikan oleh warga. Padahal ada kwitansi sebesar Rp8,6 juta.
Sekretaris RW Perumahan Odessa, Riko, mengamini apa yang diucapkan oleh SBY. Emil menurutnya berlebihan, terutama ketika menyebut Pokmas diintervensi RW. “Tukang itu, dipilih berdasarkan rapat. Dia tahu itu, aneh saja dibilang ada intervensi RW,” kata Riko kepada Utopis.
Proyek semenisasi yang diributkan Emil dikerjakan oleh tujuh orang anggota Pokmas. Salah satu pekerjanya adalah Ujang. Konflik ini cukup membuat dia gelisah. Itu karena dia diancam dipenjarakan oleh Emil hanya karena uang Rp1 juta yang nota belanjanya tidak sesuai.
Dalam Rencana Anggaran Belanja (RAB) jalan yang dibuat sepanjang 145 meter, ketika pelaksanaannya, kata Ujang, semen ternyata berlebih dan cukup menjadi 148 meter. Inilah yang dipersoalkan oleh Emil. “Tapi saya balik tanya lagi ke beliau (Emil), yang kelebihan 3 meter ini siapa yang menikmati?” kata Ujang.
Sementara Ketua RW 040 Odessa Hartanto merasa dirinya menjadi tumbal dari persoalan, sementara dirinya tidak terlibat dalam proyek. Itu karena dia dipecat sepihak oleh Lurah Belian. “Biar waktu nanti yang berbicara tentang siapa yang salah. Saya rasa saya dikorban mereka,” kata Hartanto kepada Utopis.
Banyak orang menduga itu karena temuan Rp13 juta tersebut. Padahal dia meminjamkan uang, tetapi dia merasa diperlakukan seperti koruptor. “Istri saya trauma dan anak-anak saya di sekolah sampai dikucilkan. Apa salah saya?” katanya. Untuk menjaga nama baik keluarga dia akhirnya menggugat Lurah Belian, Farhan ke PTUN. “Saya diangkat oleh warga, tapi Lurah yang pecat saya. Dia bilang, dia yang berkuasa. Ya sudah kita sama-sama buktikan di pengadilan,” katanya.
Lurah menghadapi gugaran Hartanto dengan membawa empat pengacara.
Utopis juga mengonfirmasi Lurah Belian, Farhan pada Senin 3 Oktober 2022 perihal masalah temuan Jaksa di Perumahan Odessa dan juga perkara SK pemecatan Hartanto yang dinilai sepihak serta disebut-sebut barter dari temuan kejaksaan. Tapi Farhan tidak menjawab telepon dan pertanyaan yang disampaikan.
Utopis juga mengonfirmasi Kepala Inspektorat Kota Batam, Inspektur Hendriana Gustini pada hari Senin 3 Oktober 2022. Hendriana membenarkan ada temuan di proyek semenisasi jalan Tahun Anggaran 2022 di Perumahan Odessa tersebut. Kelebihan uang negara yang diperkirakan Inspektorat sekitar Rp13 jutaan lebih tersebut sudah dikembalikan. Namun, Hendriana tidak ingin penjelasaanya perihal itu untuk dikutip.