BP Batam Terima Pemasukan dari Kegiatan Ilegal?

Penyidik bergerak cepat. Tidak main-main dalam menangani perkara. Saksi-saksi terkait diamankannya kapal-kapal milik PT Jaticatur Niaga Trans oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam itu tengah diperiksa. Termasuk Direktur Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BP Batam, Dendi Gustinandar.
Share on facebook
Share on twitter
Share on email
Share on whatsapp
Share on telegram

Direktur Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BP Batam, Dendi Gustinandar. Foto: Fathur Rohim.

 


 

Penyidik bergerak cepat. Tidak main-main dalam menangani perkara. Saksi-saksi terkait diamankannya kapal-kapal milik PT Jaticatur Niaga Trans oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam itu tengah diperiksa. Termasuk Direktur Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BP Batam, Dendi Gustinandar, selaku otoritas wilayah mengaku, dirinya sudah dimintai keterangan sebagai saksi beberapa waktu lalu.

 

Memang, tiga kapal yakni TB An Ding, TB An Rong, dan MT Tutuk diamankan karena beroperasi di wilayah perairan Indonesia dengan bendera asing serta tidak mendapat izin olah gerak. Tapi pihak perusahaan mengklaim telah menyetor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke BP Batam ratusan hingga miliaran rupiah setiap bulannya. Mereka mendapat pelayanan di pelabuhan BP Batam. Pertanyaannya kemudian, apakah pemasukan BP Batam itu juga ilegal?

 

“Apabila pertanyaan legal atau tidak legal [PNBP] silakan sampaikan ke KSOP. Bukan kepada kami,” jawab Dendi kepada utopis.id di kantor BP Batam, pada Rabu 6 April 2022.

 

Menurut Dendi yang menentukan suatu kegiatan kepelabuhanan itu legal atau ilegal itu adalah KSOP Batam. Instansi ini yang berwenang melakukan penindakan terhadap keselamatan dan keamanan di perairan. “Pertanyaannya sebatas BP Batam dari sisi BUP akan kami jawab, tetapi kalau masuk ke sisi perkara, harus kita hormati bersama [proses hukumnya],” kata Dendi.

 

Lanjut dia, sejak Juni 2021, berdasarkan PP 41, BP Batam jadi pengawas, pengendali, dan pengatur di sektor kepelabuhanan. Tetapi untuk faktor keselamatan dan keamanan, itu tetap menjadi ranah Kementerian Perhubungan, yaitu Syahbandar atau KSOP Batam. (Baca: Menyetor ke BUP, Ditangkap KSOP)

 

“Nah, di dalam keselamatan dan keamanan, itu ada yang namanya kelayakan kapal, kapal yang dipandu, atau kapal yang wajib dipandu bagaimana, penundaan, faktor keselamatan, sertifikasi, dan lain-lain. Itu batasannya, bahwa saat ini BP Batam adalah menjadi OP (operator) dan juga dari sisi BUP,” katanya diamini Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, dan Kepala Bagian Humas BP Batam, Sazani saat itu.

 

Setahu Dendi, seluruh kapal yang akan memasuki daerah manapun di Indonesia, yang pertama kali dilakukan si agen atau dalam hal ini adalah PT Jaticatur harus mendaftar ke Inaport. “Setelah di Inaport oke, di situ ada semua list kapal, beratnya berapa, kapal itu namanya apa, panjangnya berapa, itu ada semua. Setelah melewati Inaport, kemudian dia masuk ke dalam sistem BP Batam B-SIMS, yang sudah kami operasikan sejak 2021. Artinya setelah dia masuk ke Inaport lalu B-SIMS, pasti ada laporannya,” katanya.

 

B-SIMS (BP Batam Seaport Information Management System) sendiri ditetapkan melalui Surat Edaran Direktur Badan Usaha Pelabuhan Nomor 9 Tahun 2021 pada 11 Juni 2021. Sistem itu dihadirkan dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan jasa kepelabuhanan sesuai dengan nilai Dedikasi (Terdepan, Dinamis, Kolaboratif, dan Terintegrasi) yang menjadi budaya kerja BUP BP Batam.

 

Katanya, dalam laporan B-SIMS, TB An Ding adalah kapal tugboat yang membantu proses Ship to Ship (STS). Kapal itu masuk ke Batam sesuai dengan dokumen yang BP Batam miliki. Nomor notanya lengkap. Masuk ke Indonesia di pelabuhan asal dan tujuannya dari Singapura, dan saat masuk ke Batam membayar jasa labuh. Sehingga setelah masuk ke dalam sistem Inaport lalu ke B-SIMS, TB An Ding tercatat stand by atau berlabuh, kemudian juga melakukan kegiatan pandu masuk.

 

“Intinya kapal yang dimaksud, kegiatannya berlabuh dan itu tercatat di sistem kami,” kata Dendi.

 

Kemudian, agen menjadi perantara atau penanggungjawab kegiatan apapun yang dilakukan kapal-kapal yang mereka ageni, untuk melakukan pendaftaran ke Inaport. “Misal saya ada Kapal A dan hendak masuk, dan setelah mendapat clearence lalu saya mau berlabuh di Batam di sebalah atas, bawah, kanan, atau kiri. Setelah dapat clearence dan oke masuklah kapal ini ke B-SIMS, setelah itu barulah terjadi aspek komersialnya. Kalau aspek izin berkegiatan ada di Inaport, dan masuk ke kami ya aspek komersial,” katanya.

 

Dendi mengatakan, kalau B-SIMS itu selalu berbentuk data yang menerangkan nama kapal, isi kotornya dan ini penting untuk mengetahui biaya tarifnya, benderanya apa, lalu asal pelabuhannya dari mana. “Jadi apa yang sudah terdaftar di B-SIMS ini, ya, ada semua termasuk jumlah uang yang dibayarkan. Jadi kalau tadi agen mengaku sudah mengeluarkan sejumlah uang sekian, sepakat saya. Nilainya ya memang seperti yang disebutlah, kalau pastinya tentu perlu data,” kata Dendi.

 

Data dari laporan pelabuhan PT Jaticatur Niaga Trans, untuk periode 2 Feburari sampai 6 Maret 2022, itu ada 32 kali kegiatan pemanduan keluar-masuk yang dilakukan terhadap kapal pengangkut elpiji (LPG). Total PNBP yang disetor adalah Rp942 juta. Masing-masing dari jasa pemanduan Rp400 juta, navigasi Rp221 juta, VTS Rp10 juta, pelabuhan Rp212 juta, dan nota loading Rp96 juta.

 

TB An Ding sendiri diamankan oleh KSOP Khusus Batam lantaran melakukan alih muat barang (ship to ship) ke LNG Venus 7. Dari hasil keterangan nakhoda, kapal tersebut telah melakukan kegiatan olah gerak kapal serta penundaan tanpa izin sebanyak kurang lebih 43 (empat puluh tiga) kali.

 

Bagian kontradiktifnya adalah, kegiatan kapal yang disebut ilegal oleh KSOP Khusus Batam ini ini justru juga rutin menyumbang PNBP ke BP Batam. Kegiatan TB An Ding dan Venus 7, misalnya, perusahaan menyetor untuk jasa pelabuhan Rp20 juta, pemanduan masuk dan keluar Rp27 juta, dan nota loading BP Batam Rp7 juta. Perusahaan juga mengaku setiap kegiatan STS dan olah gerak-nya diketahui oleh BP Batam.

 

Menjawab itu, Dendi mengatakan, yang dilakukan pihaknya selama ini sesuai dan tercatat dalam sistem. Dia mencontohkan jika kapal A ingin masuk ke Batam maka akan otomatis tercatat dalam sistem milik BP Batam.

 

“Misal TB An Ding ingin berlabuh di Batam, lalu tercatatlah 31 Januari 2021. Sampai kapan dia berlabuh ya terinput, lalu PT Jaticatur itu meng-hold-kan dananya Rp1 juta. Walau nanti pada pelaksanaannya biayanya lebih dari itu, dan dihitung oleh sistem lama berlabuhnya. Jadi semua sudah by system,” katanya.

 

Dendi menyanggah pernyataan TB An Ding yang telah mengeluarkan sejumlah uang untuk jasa tarif pelabuhan. Menurutnya, BUP BP Batam tidak mengenal istilah tarif pelabuhan. “Mungkin jasa kepelabuhanan yaitu jasa labuh, tambat, pandu, dan tunda,” kata dia.

 

Mengenai berita acara kesepakatan tanggal 31 Mei 2021 antara KSOP Khusus Batam dengan PT Jaticatur Niaga Trans/PT Pelayaran Melati Samudera, Dendi enggan mengomentarinya. Sementara, dalam berita acara, disebutkan BP Batam telah memberikan persetujuan untuk pengoperasian floating storage dan ship to ship. Itu adalah salah satu pokok pembahasan mengapa 12 kapal berbendera asing yang masih proses pergantian bendera itu sempat diperbolehkan KSOP beraktivitas. Surat itu berlaku dari Juni-Agustus 2021.

 

“Saya tidak menguasai kondisi tersebut karena beberapa alasan. Pertama memang kurang pas mengomentari hal yang tidak kami punya dokumennya, kedua memang rasanya hal tersebut akan berhubungan dengan materi penyidikan dan penyelidikan yang harus kita hormati,” katannya.

 

Akan tetapi, sebagai keterangan dari pertanyaan sebelumnya, mengenai bendera kapal di dalam B-SIM dan Inaport dikatakan bahwa bendera itu harus ada karena itu terkait dengan harga. Maka yang diterima BP Batam dari kegiatan 12 kapal itu ditagih tarifnya sesuai dengan harga kapal asing.

 

“Kalau dia pakai bendera Singapura harganya lebih mahal, sementara kalau kalau bendera Indonesia dengan harga lokal. Jadi kalau ditanya bendera di sini, dalam sistem kami tercatat benderanya asing, maka kami tagihkan tarifnya sesuai dengan tarif kapal asing,” kata Dendi.

 

Dengan kasus yang tengah dialami PT Jaticatur Niaga Trans saat ini, perusahaan kapal maupun keagenan pun mengaku rugi puluhan miliar. Perusahaan juga dicap buruk oleh klien mereka di luar Indonesia. Dendi menyebut, bahwa kedua perusahaan tersebut sudah melakukan pertemuan dengan BP Batam selaku pembina investasi di Batam. Keduanya kemudian menyampaikan beberapa hal melalui surat resmi maupun lewat pertemuan terbatas.

 

“Keluhan sudah kami terima, dan BP Batam punya kewajiban melaporkan hal itu ke dewan kawasan,” katanya.

 

Mengenai persoalan PT Jaticatur Niaga Trans/PT Pelayaran Melati Samudera dan KSOP Khusus Batam saat ini, Dendi belum punya solusi. Menurutnya, karena kasusnya tengah berjalan, ia meminta seluruh pihak menghormati proses hukum yang berjalan. “Jika hasilnya nanti bersalah atau tidak, kemudian hukumannya berbentuk administrasi atau apa, biarkan keputusan yang mengikat itu berlaku seperti apa,” katanya.

 

Lantas, apakah kasus ini adalah bukti buruknya koordinasi antara BP Batam dan KSOP Khusus Batam?

 

Buruknya koordinasi itu sebetulnya bisa gampang terlihat. Sebab, Dendi tadi menjelaskan kalau pihaknya adalah pengawas, pengendali, dan pengatur di kepelabuhanan. Sementara kegiatan TB An Ding, TB An Rong, dan MT Tutuk, yang dinyatakan ilegal atau tanpa izin oleh KSOP Khusus Batam, terjadi di perairan yang BP Batam kendalikan, awasi, dan atur. Terlebih kegiatan ilegal untuk satu kapal saja, TB An Ding misalnya, sudah terjadi 43 kali. Kalau tidak bisa disebut koordinasi buruk, berarti pengawasan itu yang justru yang harus dipertanyakan. Akan tetapi, dalam wawancara, Dendi tidak menjawab soal pengawasan terhadap TB An Ding tersebut.

 

Dendi mengaku, menjalin hubungan baik dengan pihak KSOP Khusus Batam. Terlebih dengan Kepala KSOP Khusus Batam, Rivolindo, yang rutin dia hubungi via telepon setiap hari. Bahkan, dalam beberapa kegiatan formal maupun nonformal, keduanya sering bertemu.

 

Sementara untuk koordinasi terkait kegiatan kapal diakuinya juga rutin dilakukan baik lewat tulisan atau verbal maupun saat bertemu atau lewat telepon. Dia menegaskan, yang terjadi sekarang zaman sudah maju, sehingga koordinasi antara BP Batam dengan KSOP Khusus Batam dilakukan lewat sistem.

 

“Ketika sistem gagal, baru kami lakukan by officer atau lewat antar-pejabat yang bersangkutan. Sejauh ini efektif kok sistem itu,” kata Dendi.

 

Perkara 43 kali kegiatan illegal TB An Ding, disebut oleh Budianto, Direktur Utama PT Jaticatur Niaga Trans, termasuk kegiatan semasa berita acara kesepakatan nomor BA.KSOP.BTM 6 Tahun 2021, diterbitkan oleh Kepala KSOP Khusus Batam yang lama, Mugen Suprihatin Sartoto. Isinya memperbolehkan 12 kapal PT Jaticatur Niaga Trans, termasuk TB An Ding beroperasi selama tiga bulan meskipun masih berbendera asing.

 

Kebijakan itu dikeluarkan karena PT Pelayaran Melati Samudera berjanji menyelesaikan pergantian bendera 12 kapal asingnya paling lama 31 Agustus 2021, dan semua prosesnya akan diawasi KSOP. Tertulis pula dalam surat kesepakatan itu, bahwa apabila proses pergantian bendera hingga batas waktu yang ditentukan tidak selesai seperti yang dijanjikan, maka KSOP tidak akan memberikan pelayanan dalam bentuk apapun.

 

Tapi, nyatanya, sampai masa berlaku kebijakan itu habis pun proses pergantian tak kunjung selesai. Tentu pertanyaannya kemudian, bagaimana bisa proses pergantian bendera yang diawasi oleh KSOP Khusus Batam, dan diyakini akan selesai dalam tiga bulan periode 31 Mei-31 Agustus 2021, itu tak kunjung selesai sampai April 2022 ini. Sampai sekarang kapal-kapal PT Jaticatur pun baru mengantongi Surat Laut Sementara.

 

KSOP Khusus Batam belum mau menjawab pertanyaan perihal berita acara kesepakatan dan alasan mengapa proses pergantian bendera kapal-kapal yang ikut diawasi KSOP itu tak kunjung kelar. Humasnya, Aina Solmidas, mengatakan, kasus ini saat ini penyidik atau PPNS sedang melaksanakan proses penyidikan.

 

“Mohon kita berikan tim PPNS untuk melaksanakan tugasnya,” katanya melalui pesan singkat dihubungi utopis.id. Sementara Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Capt Mugen Sartoto, belum merespon permintaan wawancara.

 

 

Pemerhati sekaligus Praktisi Hukum di Kota Batam, Ampuan Situmeang menilai, jika berita acara kesepakatan itu disebut diskresi, maka syaratnya diskresi itu harus diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Sebab, tanpa ada dasar regulasinya, diskresi tidak dapat diberikan. Lantas bagaimana jika diskresi itu mengakibatkan kerugian pada negara? “Jika diskresi dilakukan sesuai dengan prosedur regulasi, maka kerugian negara tidak mungkin terjadi. Namun, kalau menyimpang dari regulasi, barulah akibatnya dapat diteliti dan diproses untuk menemukan ada atau tidaknya kerugian negara,” kata Ampuan menanggapi.

 

Harap dicatat: 43 kegiatan penundaan dan olah gerak TB An Ding yang disebut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut berpotensi menghilangkan PNBP itu, diakui Budianto, termasuk kegiatan semasa berita acara kesepakatan antara perusahannya dan KSOP berlaku.

 

Pada berita acara kesepakatan yang disebut diskresi itu adalah tentang proses pergantian bendera kapal-kapal yang rata-rata berusia 30 tahun, sementara di Permendag No 20 Tahun 2020, ada aturan yang membatasi kapal impor di atas usia 20 tahun. Ampuan menyebut, kegiatan STS dan Penundaan yang dilakukan (Tanpa Izin Syahbandar) harus diteliti dulu apa sebabnya itu terjadi. Dan bagaimana prosesnya kegiatan itu dilalakukan, dan siapa yang melakukan, dan kenapa tidak ada pengawasan? “Apakah itu bagian dari kesengajaan “pembiaran” atau, dilakukan tanpa sengaja? Masih banyak hal yang perlu diungkapkan untuk dapat membuat tanggapan dan analisa mengenai pertanyaan itu,” katanya.

 

Meskipun menerima PNBP, tetapi ada potensi kerugian negara yang dialami oleh BP Batam. Yaitu tarif jasa penundaan, yang takbisa dibayarkan karena perusahaan masih berbendera asing. Lanjut Ampuan harus dipahami apa yang menjadi kewenangan dari BP Batam, dilaksanakan sesuai kekhususan dari kewenangan yang diberikan oleh regulasi yang mengatur Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

 

“Untuk menjawab siapa yang bertanggungjawab, maka perlu diberi kesempatan kepada penegak hukum untuk memeriksanya, dan dari pemeriksaan itu akan jelas terlihat pihak-pihak yang bertanggujawab,” katanya.

 

Ampuan menegaskan, PNBP itu harus legal, kalau tidak legal namanya bukan PNBP. Soal status dari pemasukan tersebut, katanya hasil dari pemeriksaan yang menentukan nantinya. Diakhir wawancara dengan utopis.id pada Senin 11 April 2022, Ampuan menyimpulkan, masih banyak ruang-ruang kewenangan yang belum digunakan dan dilaksanakan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Dan sering muncul kebijakan yang justru menimbulkan ketidakpastian hukum.

 

“Sehingga kegiatan investasi terganggu, dan ini akan dapat menimbulkan ketidak percayaan kepada petugas-termasuk para penegak hukum,” kata Dendi Gustinandar.

 

 

 

 

 


 

Artikel ini adalah bagian dari laporan yang berjudul: Menyetor ke BUP, Ditangkap KSOP. Kami menuliskan laporan khusus tentang kasus itu secara terpisah agar Anda, para pembaca, bisa memahami persoalan secara utuh. Artikel berikutnya terbit pada 13 April 2022.

 


 

Liputan Eksklusif

Jurnalisme Telaten

Utopis adalah media siber di Kota Batam, Kepulauan Riau. Etos kerja kami berasas independensi dan kecakapan berbahasa jurnalistik.

© 2022 Utopis.id – Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman Utopis.