Direktur PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans, Wiko, di Pengadilan Negeri Batam. Foto: Restu Bumi.

Berkas Belum Siap, Sidang Tuntutan Wiko Ditunda

Berkas penuntutan atas terdakwa Direktur PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans, Wiko, belum selesai.
Share on facebook
Share on twitter
Share on email
Share on whatsapp
Share on telegram

 

Mengenakan stelan rapi, kemeja biru dongker dipadu celana panjang hitam, sebelum sidang dimulai, Wiko terlihat gelisah. Sesekali direktur PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans ini mengecek gawai di saku celana. Melirik ke pintu depan, seakan menunggu kehadiran seseorang. Di ruang tunggu Kantor Kejaksaan Negeri Batam, hari Selasa 25 Oktober 2022 itu, terdakwa perkara pelayaran itu berdua dengan rekannya menunggu persidangan. Memang sjak perkara ini dalam penyidikan, Wiko hingga kini tidak ditahan. Ia jadi tahanan kota dan wajib lapor.

 

Tak lama, jaksa penuntut memanggilnya untuk masuk ke ruang sidang yang akan digelar secara online. Jaksa di kantornya, Hakim sidang di Pengadilan Negeri Batam. Hari itu agenda tuntutan. Kepala Seksi Intelijen Kejari Batam, Riki Saputra kepada Utopis menyampaikan, sidang ditunda Selasa depan. Dengan alasan, berkas penuntutan atas terdakwa Wiko belum selesai.

 

Dalam dakwaan, Wiko dijerat Pasal 303 ayat 1 junto Pasal 122 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Sebetulnya perkara ini melalui jalan panjang. Mulai dari koordinasi, sampai melibatkan petinggi negeri di Kemeterian pusat untuk “mendamaikan” perkara ini. Beberapa kali rapat tertutup digelar. Sampai, upaya praperadilan, mendikte penyidik perihal sah atau tidaknya penyitaan.

 

Baca: “Pak Direktur” Tak Ditahan, Jaksa Tak Beri Jawaban

 

Kasusnya bermula ketika perusahaan mendatangkan 12 kapal berbendera asing untuk menunjang kegiatan pengelolaan dan pengoperasian anjungan terapung fasilitas penyimpanan produksi minyak atau gas alam (floating storage). Ini adalah kerja sama antara korporasi asing dan Badan Pengusahaan (BP) Batam. Karena di Indonesia menganut asas cabotage, yang mengatur soal hak eksklusif kapal berbendera Merah Putih, mereka pun terkena kewajiban untuk mengganti bendera kapal impornya itu.

 

Proses melokalkan kapal-kapal impor berusia puluhan tahun itu memakan waktu. Oleh Kepala KSOP Khusus Batam yang lama, Mugen Suprihatin Sartoto, pada tanggal 31 Mei 2021, diterbitkanlah satu Berita Acara Kesepakatan nomor BA.KSOP.BTM 6 Tahun 2021. Isinya memperbolehkan 12 kapal tersebut beroperasi selama tiga bulan. PT Pelayaran Melati Samudera berjanji menyelesaikan pergantian bendera paling lama 31 Agustus 2021, dan semua prosesnya akan diawasi KSOP.

 

Tertulis dalam surat kesepakatan itu, kalau pergantian bendera hingga batas waktu yang ditentukan belum selesai, KSOP tidak akan memberikan pelayanan dalam bentuk apapun.

 

 

Baca: Ibarat Menilang Anak Jenderal

 

 

Tiga bulan berlalu, proses pergantian bendera nyatanya belum kelar. Bukannya menunggu izin selesai, perusahaan malah memaksa terus beroperasi secara diam-diam.

 

Puncak masalahnya adalah pada 21 Februari 2022. Petugas KSOP Khusus Batam datang menyergap salah satu kapal tunda, TB An Ding, milik perusahaan.  Dua pekan setelahnya giliran TB An Rong, yang diperiksa. Lalu operasi menyasar MT Tutuk yang bermuatan 5 juta liter marine fuel oil atau minyak hitam. Alasan petugas, karena kapal tanker itu melakukan alih muat barang ke MT Lynx Satu tanpa izin.

 

Liputan Eksklusif

Jurnalisme Telaten

Utopis adalah media siber di Kota Batam, Kepulauan Riau. Etos kerja kami berasas independensi dan kecakapan berbahasa jurnalistik.

© 2022 Utopis.id – Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman Utopis.