BNN Provinsi Kepulauan Riau membongkar pabrik sabu-sabu di Batam. Foto: Restu Bumi.

Mudahnya Membuat Sabu-Sabu

Perhatian! Tulisan ini mengandung pengetahuan tentang Farmakologi atau ilmu obat (bukan untuk ditiru apalagi sampai disalahgunakan).
Share on facebook
Share on twitter
Share on email
Share on whatsapp
Share on telegram

 

Perhatian! Tulisan ini mengandung pengetahuan tentang Farmakologi atau ilmu obat (bukan untuk ditiru apalagi sampai disalahgunakan).

 

Narasumber dalam laporan ini meminta pemerintah dan aparat penegak hukum fokus mengawasi masuknya prekursor non farmasi (narkotika) ke Batam. Itu karena dengan cairan kimia tersebut dan alat lab sederhana sudah dapat membuat sabu-sabu dalam hitungan jam. Hal inilah yang berhasil dibongkar oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kepri di Cluster Nirwana, tepatnya di Jalan Pandan Laut Nomor 23 Sukajadi, Batam pada Selasa 19 Juli 2023.

 


 

Bukan hal yang tabu bagi Zulfitri, seorang alumnus Politeknik Akademi Kimia Analis (AKA) Bogor, jika ada yang tersuruk dalam bisnis gelap pembuatan sabu-sabu atau methamphetamine. Menurutnya, tak perlu ahli kimia untuk membuat sabu-sabu sesuai dengan disiplin Farmakologi. Pengetahuan ini didapatnya selama belajar bertahun-tahun di bangku kuliah. ”Kalau sekarang sudah terbuka. Banyak caranya itu (buat sabu) di internet, hingga pdf. (portable document format) pun ada. Pemerintah harus awasi akses ini. Cuma bahannya yang susah,” kata pria yang pernah bekerja sebagai analis kimia di salah satu industri pengolahan makanan ternama di Indonesia itu.

 

Lagipula, lanjut Zulfitri, sabu-sabu sulit dijual di pasar gelap. “Bisnis panas, bikinnya gampang jualnya mengurut dada,” kata dia saat berbincang bersama Utopis akhir pekan ini.

 

Bahan-bahan yang dimaksud Zulfitri disebut sebagai prekursor non farmasi. Prekursor non farmasi adalah bahan pemula atau zat kimia yang digunakan untuk membuat narkotika, antara lain: Acetic anhydride, Acetone, Benzoyl chloride, Ethyl ether, Potassium permanganate, 2-Butanone dan Toluene. Katanya, prosedur untuk mendapatkan prekursor ini membutuhkan izin khusus. “Misal asam sulfat kategori chemical (bahan kimia) yang perusahaan biasa, bisa menggunakan. Tapi ada kategori bahan kimia yang dibatasi pengimpornya. Salah satunya ini (prekursor non farmasi) izinnya khusus dari Bea Cukai Batam,” katanya.

 

Proses pengadaan bahan kimia, menurutnya memang seperti itu. Jika tak terlacak, ada celah masuk prekursor non farmasi dari jalur tidak resmi. Harusnya kata Zulfitri, pemerintah dan aparat penegak hukum lebih fokus mengawasi masuknya prekursor non farmasi itu. Terlebih di wilayah kepulauan, tak sedikit pelabuhan tikus yang bisa menjadi jalur masuk bahan-bahan kimia ini. “Kalau barang jadi [sabu-sabu] sering diungkap masuknya dari situ [pelabuhan tikus] tapi kalau barang mentah [precursor] dan lainnya, jalurnya bisa ditelusuri dari penyuplai bahan-bahan kimia di Batam,” kata Zulfitri.

 

Sejauh pengetahuan Zulfitri, tak ada kegiatan produksi obat untuk keperluan farmasi di Batam. Namun, ada perusahaan yang menggunakan bahan kimia untuk kebutuhan laboratorium. “Jadi jalurnya ngga selalu PT X pabrik farmasi, lalu bahan kimia Y ada di situ. Misal, saya dulu pernah bekerja di pabrik makanan instan [menyebut salah satu perusahaan ternama]. Tetap saja di labnya ada bahan kimia tertentu yang ngga ada hubungannya dengan produk yang dibuat. Entah untuk apa, ya nggak tahu. Supaya ada bahan tertentu, alurnya PO [pre order] kepada penyuplai bahan kimia. Masalah peruntukan benar atau tidak, selalu ada jalan lain,” katanya.

 

Saat penggeledahan dilakukan oleh BNNP Kepri di Jalan Pandan Laut No. 23, Sukajadi pada Selasa 19 Juli 2022, ditemukan satu unit vacuum compressor pump atau mesin pompa, tabung reaksi bening, dan tiga lembar filter atau kertas saring Whatman No. 41 yang biasa digunakan dalam proses kimiawi. Dari bentuk rakitan alat, menurut Zulfitri, pelakunya bukan seorang analis kimia. “Untuk glassware, biasanya ada besi penyangga dan jepitannya. Orang kimia, biasanya aware dengan hal seperti itu,” katanya.

 

Terlebih untuk alasan keamanan biasanya tersedia Google, respirator, lemari asam untuk melihat reaksi jika ada panas atau uap berbahaya. Begitulah standar laboratorium menurutnya. Selain itu, ruangan hasil juga harus kering atau tidak lembab. “Kristal itu gampang terserap air, kalau kelembaban tinggi, dampaknya melempem, bahan jadi berat dan buyar seperti garam kena udara,” katanya.

 

Dari tiga tersangka yang ditahan memang ada yang paham dengan proses kimia. Belajar dari resep yang ditinggalkan, pembuatan sabu-sabu bisa dilakukan cukup dengan menjalankan SOP. Kemampuan itu pun bisa diajarkan kepada siapa saja. “Ibarat rumah makan, ada koki [tukang masak], tukang buat resep, tukang bantu-bantu dan lainnya dengan SOP tadi,” katanya.

 

Zulfitri bilang yang digunakan para pelaku juga ala kadarnya dan dijual bebas di internet. “Tapi kalau glassware sulit didapat di internet, sebab masuk kategori pengiriman pecah belah. Untuk di Batam bisa dicari di toko alkes [alat Kesehatan] dan itu tidak perlu izinnya,” katanya.

 

Proses pembuatan dari bahan mentah hingga jadi methaphetamine menurutnya tak membutuhkan waktu lama, hanya hitungan jam. Prosesnya cuma membutuhkan alat destilator. Alat pemanas yang dipakai adalah labuh didih, tak boleh langsung menggunakan api. “Setelah masak, nunggu matang, tapi ada perlakuan lain agar methaphetamine ini sesuai dengan kehendak atau efek dari obat yang dibuat,” katanya.

 

Dalam disiplin ilmu Farmakologi, hasil produksi bahan kimia melalui proses pencampuran tersebut ada efeknya. Dicontohkannya, amphetamine memiliki efek membuat pemakainya supertetra atau lebih aktif, lain dengan golongan canabis atau marijuana alias ganja yang efeknya membuat pemakainya jadi lebih santai (antidepressant). “Dari tinjauan Farmakologi atau ilmu obat, misal ada yang ingin efeknya beda dari yang pernah beredar sebelumnya, bisa dibikin varian baru. Ilmu farmasi juga ada di situ,” katanya.

 

Di rumah bernomor 23 Jalan Pandan Laut, Sukajadi itu BNNP Kepri turut mengamankan tiga lembar kertas putih yang di atasnya terdapat kristal sabu dengan berat bersih 2.261 gram, satu buah tempat air warna bening yang di dalamnya berisi kristal sabu berwarna ungu tua dengan berat kotor 2.771 gram, cairan prekursor narkotika dan beberapa peralatan pendukung. Temuan itu akan diuji di laboratorium resmi BNN RI di Bogor.

 

Zulfitri melanjutkan, untuk keperluan pembuktian di laboratorium, tester atau sampel biasanya cukup diuji secara visual. “Misal untuk bubuk, kandungan airnya seperti apa? Tapi untuk pembuktian dari efek harus diuji agar tahu reaksi dari barang yang diproduksi oleh para tersangka,” katanya.

 

***

 

Sore hari pasca penggerebekan, sejumlah ibu-ibu yang tinggal di Cluster Nirwana nampak memadati rumah bernomor 23 yang sudah dipagari garis polisi itu. Tak lama, dari kejauhan, tiga orang dengan pakaian tahanan berwarna merah turun dari mobil tahanan milik BNNP Kepri dengan dikawal petugas bersenjata laras panjang. Nampak beberapa warga melakukan live streaming di lokasi. “Kepo-kepo dulu. Biasa!” kata Heni, salah seorang warga yang merekam kejadian itu pada Kamis 21 Juli 2022.

 

Menurutnya perumahan itu tak pernah ramai sebelumnya. Ia dan warga lain sebenarnya juga tak terlalu ambil pusing perihal penggerebekan. “Cuma kasihan sama yang punya rumah [menyebut inisial T], disewain malah digunakan untuk kegiatan yang terlarang,” kata wanita berkerudung yang sudah 20 tahun tinggal di kawasan elit tersebut.

 

Setahu Heni, rumah bernomor 23 itu tipe sedang. “Kalau tipe besar, dan ada pejabat tinggi aparatur tinggalnya di depan,” katanya menerangkan. Ia juga menyebut kejadian serupa pada 2019 silam.

 

Didik, Ketua RT 06 RW 01, Cluster Nirwana, Sukajadi, tercengang setelah tahu ada warganya yang diam-diam menjalankan pabrik sabu. Menurut keterangan yang didapatnya dari pemilik rumah, proses sewanya boleh dikatakan cepat. “Rumah itu ditempati Sabtu. Belum sempat tanda tangan perjanjian sewa menyewa. Kata pemilik, hari Senin tanda tangannya, tapi mereka [penyewa] mendesak untuk segera menempati rumah. Hari Selasa sore terjadi penggerebekan oleh BNNP Kepri,” kata Didik.

 

Saat penggerebekan dilakukan, Didik ditemani Ketua RW 06, Budiman dibawa masuk ke dalam rumah untuk melihat barang bukti. “Kami lihat, sudah ada orang yang diborgol, lalu mereka produksi di dapur. Ada alat tabung, kompor listrik, kulkas, mesin cuci, kemudian chemical atau bahan kimia saya juga tidak terlalu tahu itu apa,” kata Didik.

 

Selain itu, mereka juga ditunjukkan hasil produksi berupa kristal yang digelar di lantai salah satu kamar. Ia tak tahu menahu mengenai berat barang yang dijadikan bukti karena saat itu

belum dilakukan penimbangan. Pelaku yang diamankan baru berjumlah dua orang masing-masing berinisial MS (43) warga Malaysia keturunan India dan NS (47) asal Jambi. “Pada saat kami datang sudah ada dua orang yang diborgol dan sekitar satu jam kemudian, datang lagi satu orang,” kata Didik yang diamini Budiman. Memang, setelah dilakukan pengembangan oleh BNNP Kepri, pelaku lain berinisial AS (25) diciduk di Perumahan Puri Selebriti Blok B1 Nomor 41, Kecamatan Belian, Kota Batam.


Para tersangka diketahui belum sempat melapor ke Ketua RT. Rencananya para pelaku hendak menyewa rumah tersebut selama satu tahun yang peruntukannya adalah kantor seorang warga Singapura. “Jadi mereka butuh cepat masuk rumah tapi baru bayar satu bulan dulu, biasanya per tiga bulan. Cuma pemilik rumah bilangnya gitu, bayar satu bulan nanti mau langsung bayar setahun,” katanya.

 

Diakui Didik, di perumahnnya itu, beberapa tahun lalu pernah terjadi kehebohan serupa. Aset milik salah seorang warga disita karena terindikasi pencucian uang dari bisnis haram sabu-sabu. “Untuk meminimalisir hal itu, kami perangkat RT-RW selalu koordinasi, setiap pintu masuk dijaga security, kemudian patrol,” kata Didik.

 

 

Terkait izin impor prekursor non farmasi, Kepala Bidang Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Batam M. Rizki Baidillah mengatakan, secara umum proses barang masuk ke Batam harus terlebih dahulu mengantongi izin dari BP Batam.

 

“Pemeriksaan fisik dapat dilakukan secara acak atau berdasarkan analisa intelijen. Dengan kata lain barang yang masuk ke Batam adalah jalur hijau,” jelas Rizki, dihubungi Sabtu 23 Juli 2022.

 

Ia menguraikan, ada pembatasan masuknya prekursor farmasi dan prekursor non farmasi. Khusus untuk prekursor non farmasi distribusinya diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2021 junto Permendag Nomor 25 Tahun 2022.

 

Impor prekursor non farmasi dari luar daerah pabean ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) diberlakukan kebijakan dan pengaturan impor.

 

“Untuk melakukan (kegiatan) impor, importir harus memiliki IT prekursor non farmasi dan PI prekursor non farmasi (API-U), kemudian IP prekursor non farmasi dan PI prekursor non farmasi (API-P); dan laporan surveyor,” kata Rizki. Katanya, perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai IT prekursor non farmasi (API-U) hanya dapat mengimpor prekursor untuk didistribusikan secara langsung tanpa perantara kepada industri pengguna akhir. Sedangkan untuk prekursor farmasi, distribusinya diatur dalam Permenkes Nomor 10/MENKES/PER/I/2013. Terkait kegiatan impor, bahan kimia psikotropika dan/atau prekursor farmasi hanya dapat diimpor oleh Industri Farmasi, PBF (Pedagang Besar Farmasi) , atau Lembaga Ilmu Pengetahuan. “Industri farmasi dan PBF sebagaimana dimaksud harus memiliki izin sebagai IP psikotropika/IP prekursor farmasi atau sebagai IT psikotropika/IT prekursor farmasi dari Menteri Kesehatan,” katanya.

 

Lain Bea Cukai, lain pula BPOM Batam. Dalam kerja pengawasan, BPOM hanya mengawasi prekursor farmasi. “Kami melakukan pengawasan prekursor berupa sediaan farmasi atau obat mengandung prekursor yang digunakan untuk pengobatan,” kata Bagus

 

Heri Purnomo, Kepala BPOM Batam. Jenis prekursor yang digunakan untuk kepentingan farmasi dan penggunaannya diawasi oleh BPOM antara lain ephedrine, pseudoephedrine, norephedrin, ergometrine, dan ergotamine. Menurutnya, sejauh ini tidak ada data mengenai jumlah kebutuhan prekursor untuk keperluan produksi karena di Batam tidak terdapat perusahaan farmasi atau obat.

 

“Jadi untuk prekursor narkotika yang diproduksi di sarana ilegal dan disalahgunakan itu kewenangan dari BNN dan kepolisian untuk mengawasinya,” tutupnya.

 

 

Tersangka MS mengaku dirinya bukan mantan polisi PDRM seperti yang dibeberkan oleh BNNP Kepri. “Saya Banpol (pembantu polisi),” kata pria keturunan India tersebut. Tak lama berhenti jadi Banpol, MS bekerja secara mandiri. Ia tertarik menjalankan pabrik gelap sabu-sabu di Batam karena diiming-imingi upah Rp 40 juta. “Itu yang mengatur orang Cina [Tionghoa] yang di Jakarta, sekarang dia di Malaysia,” kata MS. Kebutuhan bahan kimia untuk produksi sabu-sabu menurut pengakuannya diatur oleh orang tersebut lewat kapal dari Malaysia. Untuk yang sudah jadi (sabu-sabu) atau yang sekali buat ini dibayar Rp 100 juta,” katanya.

 

Kepala BNN RI Komjen Petrus Reinhard Golose mengatakan, ada dugaan sabu yang diproduksi oleh para tersangka sudah beredar di wilayah Jawa Timur. Di sisi lain, prekursor untuk keperluan narkotika menurut laporan yang ada sudah diolah dari Malaysia. “Tapi itu masih pemeriksaan sementara, tetap kita kembangkan,” katanya.

 

Masih menurut Petrus, modus operandi bisnis gelap narkotika kini sudah berubah. “Kirim orangnya, lalu bagaimana mereka olah di sini. Kita akan kejar pengakuan tersangka. Ilmiahnya akan dicek. Ini proses pembuatannya dia mengatakan dari Malaysia akan tetap kita uji di lab BNN Lido Jabar. Ini tersangka MS, mantan polisi Malaysia, penjahat,” katanya.

 

Pihak berwajib memastikan bahwa sebagian barang bukti sudah dikirim ke Surabaya. Namun belum ada keterangan pasti mengenai ikhwal awal penelusuran bisnis gelap sabu ini di Batam. “Jadi dari hasil pemeriksaan, sementara ada barang yang telah dikirim ke Jawa Timur, Surabaya. Tapi ini tetap dilakukan pengecekan alibi dari masing-masing tersangka,” kata Petrus.

 

Petrus tak bersedia menjelaskan jalur masuk prekursor yang dipakai oleh para pelaku karena kasus ini masih dalam tahap pengembangan. Menurutnya kasus ini bisa dikategorikan sebagai transnational organized crime. Tak tertutup kemungkinan, masih ada pelaku lain yang terlibat kelompok ini di tempat berbeda. “Akan kita runut lagi. Yang pasti bukan ship to ship masuknya prekursor,” kata dia.

 

Petrus mengatakan, khusus di wilayah Asia Tenggara, ada beberapa simpul jaringan narkoba. Simpul pertama disebut The Golden Triangle atau jaringan Segitiga Emas yang meliputi Thailand, Myanmar dan Laos. Simpul kedua adalah Vietnam dan Kamboja. Di luar itu, ia menyebut The Golden Crescent yang meliputi Afghanistan, Pakistan, dan Iran dan The Golden Peacock mencakup wilayah Amerika Latin.

 

BNN sebelumnya pernah menyinggung isu transaksi narkoba yang kini banyak dilakukan di dunia maya. Beberapa modus transasksi yang dikenal saat ini antara lain surface web market, yakni peredaran narkoba yang dilakukan melalui media sosial dan website. Kedua, deep web market yakni peredaran narkoba yang dilakukan melalui jaringan internet tersembunyi yang sangat sulit dilacak dan Cryptomarket, yakni transaksi menggunakan mata uang crypto.

 

Petrus menambahkan, dari hasil pemetaan terdapat 129 kawasan rawan narkoba di Kepri. Dia mengajak seluruh komponen masyarakat, untuk menjaga Kepri agar kejadian seperti ini tak terulang lagi. “Bulan depan kita akan melaksanakan operasi ekstradiksi antar pulau. Dari Sulawesi sampai Riau daratan dan Kepri,” katanya.

 

Ketiga tersangka melanggar Pasal 114 ayat 2, 112 ayat 2, Pasal 113 ayat 2 junto Pasal 132 ayat 1 dan Pasal 129 huruf a dan b, UU Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.

 

 

Liputan Eksklusif

Jurnalisme Telaten

Utopis adalah media siber di Kota Batam, Kepulauan Riau. Etos kerja kami berasas independensi dan kecakapan berbahasa jurnalistik.

© 2022 Utopis.id – Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman Utopis.