Merawat Gincu Pengantin Pulau di Perbatasan Indonesia

Meli semak hatinya. Empat hari lagi acara. Orang yang merias belum juga ada. Beberapa perias yang dia hubungi, menolak secara halus. Maklum, tempat tinggal Meli jauh. Dua tiga pulau terlewati. Harus carter pompong (perahu bermesin tempel) baru bisa jalan ke kota. Tapi jarinya tak berhenti mencari di layar gawai. Tentu di hari yang istimewa, gadis berkerudung ini ingin tampil lawa di depan calon mertua. Meski di kampungnya takada perias.
Share on facebook
Share on twitter
Share on email
Share on whatsapp
Share on telegram

Mendung menggantung di langit Kota Batam, Kepulauan Riau, di pekan itu. Hanya satu dua pompong [kapal bermesin tempel] terlihat berlayar membawa orang menumpang dari pelabuhan rakyat persis di bawah Jembatan II, Barelang, Batam menuju Pulau Akar, Kecamatan Bulang.

 

Sambil menjinjing beauty case atau koper riasan, pagi buta Farisa Cha, MUA (makeup artist) Batam, terburu-buru naik ke pelantar meninggalkan pompong yang ditumpanginya tadi. Tangan kanannya menadahi hujan renyai yang mulai jatuh membiaki bedak tipis di pipinya. Langkahnya pasti, menuju satu rumah calon pengantin yang akan dirias itu.

 

Alhamdulillah, sampai di sini baru hujan. Jadi sedikit basah. Terima kasih sudah menjemput,” kata Farisa Cha yang beralamat domisili, di Perumahan Arira Garden Blok P Nomor 30, Batubesar, Kecamatan Nongsa, Batam itu ketika disambut pihak keluarga calon pengantin. Rabu 16 Februari 2022 itu, acara lamaran Meli dengan calonnya, didahulukan selangkah, menimbang keluarga inti sudah lengkap.

 

“Riasannya tipis-tipis saja ya kak,” kata gadis pulau itu kepadanya. Meli beralasan, riasan tipis diminta karena selama ini dirinya tidak pernah berbedak tebal. “Baru sekali di makeup itupun saat wisuda. Kawan yang rias,” kata wanita 26 tahun itu. Terlebih, dirinya nanti harus menjaga omongan orang sekampung. Jika makeup lewah. Farisa Cha mengangguk, mengamini. Menurutnya, itu bagian dari pelayanan untuk menyenangkan hati pelanggan.

 

Sambil membuka dan menata isi beauty case, wanita berdarah Minang ini tak lupa mengucap bismillah sebelum memoles. Pensil alis, adalah alat pertama yang dipegangnya. Kayu berisi pewarna ini, gunanya untuk mempertegas tampilan alis dan membuatnya terlihat berisi. Alasannya mendahulukan alis, karena alis merupakan bingkai wajah dan bagian yang tersulit. “Tapi tergantung dari talent-nya. Ada juga MUA yang memulainya dari bedak [foundation] dulu baru alis. Sebenarnya mana yang nyaman aja,” kata wanita yang usianya sudah kepala tiga itu.

 

Sedikit sulit baginya ketika membentuk di bulu alis yang tebal dan kasar. Karena dirinya lebih mengutamakan make-up tanpa cukur alis. “Kalau dalam ajaran Islam, cukur alis itu berdosa jadi diakali pakai lem lalu ditutup dengan krim foundation,” katanya. Katanya, alasan Meli lebih memilih flawlass. Karena itu model make-up kekinian yang lagi digemari calon pengantin. “Bukan persoalan di kota atau di pedalaman. Tapi make-up itu kini sudah selera,” katanya. Farisa Cha mengakui, rata-rata orang pulau apalagi yang gadis sudah update dengan make-up. Meskipun jarang dijumpai ada perias di kampung tersebut.

 

“Itu jadi salah satu alasan, orang di pulau memilih MUA Batam. Sebab belum tentu, semua pulau ada MUA,” katanya. Tapi, setahu dia, tidak semua MUA juga yang mau menerima job make-up ke pulau-pulau. Selain jauh dan makan waktu di jalan, transportasi laut serta kondisi cuaca juga jadi faktor lain MUA menolak halus pekerjaan tersebut. “Berat diongkos memang, karena jarak tadi. Dan tidak semua juga calon pengantin yang menyediakan pompong carter atau jemputan, jadi harus nunggu pompong dulu, baru bisa berangkat,” katanya.

 

Tapi, umumnya, calon pengantin sudah mengerti kalau MUA dari Batam itu punya harga khusus ketika menerima job ke pulau. “Bagi saya nge-job ke pulau, ibarat kerja sambil liburan dan silaturahmi. Dengan silaturahmi akan menambah juga rezeki,” katanya kenapa mau terima make-up ke pulau. Selain pulau Akar, Farisa Cha juga pernah merias pengantin ke Pulau Sarang, Pulau Belakangpadang, serta Pulau terluar lainnya. Dilema lainnya, yang pernah dihadapi Farisa Cha melalang buana merias sampai ke pulau perbatasan, yaitu merawat ego. Kadang, calon pengantin minta make-up nya yang flawlass [natural] dipadu dengan lipstik nuansa nude. Tapi beda dengan selera orang-orang tua di sana menilai dengan gincu bibir yang merah merona baru dianggap make-up nya bagus.

 

Tapi, kebanyakan yang mengomentari polesan perias, kata Farisa Cha bukan dari pihak keluarga calon pengantin. “Kadang saya jadi dilema dan jaga ego, pengantin minta nya itu. Tiba-tiba ada yang masuk kamar berkomentar: bibirnya kok pucat gitu. Atau pipinya kok nggak merah [menor] gitu. Padahal udah bayar mahal. Kadang ada juga yang bilang seperti itu,” katanya. “Dan kebanyakan yang komentar itu, menurut Farisa Cha biasanya orang luar, tetangga atau keluarga jauh si calon pengantin,” katanya lagi. Akhirnya merusak mood si calon pengantin. Farisa Cha pun dengan senang hati memberi penjelasan kepada yang berkomentar tadi untuk menjaga suasana hati si calon pengantin.

 

“Ya, saya maklumi. Dan tinggal diedukasi lagi bahwa ini permintaan dari calon pengantin. Sebab kasus yang seperti ini sering dialami perias lainnya juga. Bahkan ada yang viral di medsos salah satu MUA terhits di Pulau Jawa hingga dijadikan meme, kasusnya sama seperti saya,” kata wanita yang mulai menggeluti make-up dari 2018 silam. Memang, dari kejadian ini, akhirnya banyak yang tahu esensinya make-up kekinian itu dalam acara yang sakral.

 

Nur, orang tua di sana, mengaku, jika ada pesta, keluarga besar memutuskan untuk menggelarnya di kampung. Meskipun itu jauh dan harus menyeberangi laut. “Sudah tradisi kami orang melayu. Meskipun kami ada rumah di Batam,” kata wanita paruh baya ini. Umumnya, di pulau banyak keluarga besar yang masih menetap termasuk orang tua. “Jadi kalau acara di Batam, kasihan mereka bolak balik. Dan kami pun ramai di sini, kakak beradik, anak cucu dan menantu,” imbuhnya. Ditanya pendapatnya, soal rias di wajah Meli, wanita bertubuh subur itu pun tersenyum. “Tak bedandan pun kami dah lewa dari lahir,” katanya.

Liputan Eksklusif

Jurnalisme Telaten

Utopis adalah media siber di Kota Batam, Kepulauan Riau. Etos kerja kami berasas independensi dan kecakapan berbahasa jurnalistik.

© 2022 Utopis.id – Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman Utopis.