Masalah di Hari Pertama Bebas

Banyak yang bersimpatik terhadap kesusahan pria itu. Terutama ketika tahu kalau hari kebebasannya dari penjara bertepatan dengan Idulfitri 2022, dan hari istimewa semacam itu justru ia rayakan di jalanan, tanpa keluarga, tanpa teman pula.
Share on facebook
Share on twitter
Share on email
Share on whatsapp
Share on telegram

Pos polisi tempat mantan narapidana menunggu bantuan. Foto: Bintang Antonio.

 


 

JUMAT siang, 6 Mei 2022, Sudirman berbaring santai di pos polisi di Muka Kuning, Kota Batam, yang sudah tak ditempati oleh petugas itu. Dalam sekejap ia sudah tahu maksud kedatangan Utopis. Sopir ojek online ini mengatakan bahwa mantan narapidana yang sedang dicari-cari itu takada di sana. Sedari tadi cuma ada dia dan teman-temannya yang mangkal menunggu panggilan.

 

Ia kemudian memperlihatkan sebuah foto kepada Utopis, “Ini orangnya, kan?” katanya memastikan. Foto itu diambil dari sebuah postingan yang viral di media sosial. Netizen menginformasikan bahwa ada seorang pria yang baru enam hari bebas dari penjara sedang membutuhkan bantuan. Mantan narapidana itu, katanya, tak punya siapa-siapa di Batam, dan butuh ongkos untuk pulang ke kampung halaman.

 

Banyak yang bersimpatik terhadap kesusahan pria itu. Terutama ketika tahu kalau hari kebebasannya bertepatan dengan Idulfitri 2022, dan hari istimewa semacam itu justru ia rayakan di jalanan, tanpa keluarga, tanpa teman pula. “Dari tadi sudah banyak yang mencari dia, kalau dia di sini mungkin kami duluan yang bantu,” kata Sudirman.

 

Pria itu, seperti yang diunggah netizen, disebut bernama Ahmad Reza, berasal dari Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Ia menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam, tetapi tidak tertulis jelas apa kasusnya. Kepada netizen yang membagikan kisahnya, Ahmad Reza, berharap mendapat bantuan dari paguyuban suku Bugis atau Tembilahan untuk diberi ongkos pulang ke daerah tempat ia dibesarkan di Sungai Beringin Parit 20, Tembilahan, Riau. Diberitahu pula, selama dua hari ke depan, ia akan menunggu di pos polisi kosong itu.

 

Namun, kurang dari 12 jam setelah informasi itu diunggah nyatanya ia sudah takada di sana. Belakangan diketahui kalau Ahmad Reza sudah dibawa oleh Said Zahri, Ketua Gagak Hitam. Organisasi Masyarakat (Ormas) ini pula yang membantu kepulangannya. Pria itu dipulangkan ke kampung halamannya pada 7 Mei 2022, melalui transportasi laut.

 

Terlepas dari itu, sebetulnya ada satu topik yang dibahas oleh netizen di kolom komentar. Telantarnya Ahmad Reza ketika baru bebas dari penjara membuka ruang percakapan baru. Sebab, alih-alih kembali kepada kehidupan yang lebih baik, ia bisa saja kembali melakukan kejahatan. Karena dapat disadari atau tidak, seseorang melakukan kejahatan karena berbagai faktor, utamanya selain karena kehidupan sosialnya, yaitu soal ekonomi.

 

Menurut Kepala Bidang Perlindungan Jaminan dan Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (Dinsospm) Kota Batam, Maryulis, sebetulnya dulu ada bentuk perhatian dari pemerintah buat narapidana yang baru bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Namun, sekarang sudah tidak ada. “Saya belum begitu tahu, apalagi saya di Dinsos masih baru. Memang saya dengar dulu [ada penanganan] tapi sudah lama kali,” katanya saat dihubungi, 6 Mei 2022.

 

Meryulis mengatakan, mantan narapidana tanpa tujuan seperti Ahmad Reza bisa masuk kategori orang terlantar. Kemudian, orang terlantar itu, kata Maryulis biasanya tidak ada alamat domisili atau bukan ber-KTP Batam. Ada anggarannya. Tapi, ia tidak tahu persis berapa jumlah orang terlantar yang terdata di Batam selama 2021 lalu. “Manalah saya ingat. Lagi libur,” katanya.

 

Sementara berdasarkan data yang didapat Utopis dalam perjanjian kerja selama tahun 2020 oleh Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Batam tercatat ada anggaran sekitar Rp1.9 miliar untuk empat program. Satu diantaranya; bantuan pemulangan orang telantar dan pemulangan korban tindak kekerasan dan pekerja migran ilegal. Dalam pernyataan perjanjian kinerja itu, tercatat juga 100 orang telantar yang ditargetkan.

 

Utopis mewawancarai beberapa mantan narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Batam. Salah satunya adalah RR. Menurut pemuda asal Sumatera Utara ini, narapidana yang baru bebas dari hukuman penjara sebetulnya biasa mengandalkan surat sakti. Lantas, apa itu surat sakti?

 

Nama surat itu sebetulnya adalah Surat Keterangan Bebas Pidana, yang oleh narapidana disebut surat sakti. Surat keluaran Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia ini berisikan data diri narapidana, perkaranya, kapan diputus serta tanggal berapa dia dibebaskan setelah menjalani masa pidana penjara. Dengan selembar surat itu, mantan narapidana di hari pertamanya bisa menikmati beberapa fasilitas secara gratis, seperti jasa transportasi dan makan. Ini semacam keistimewaan untuk mereka yang sudah menjalani hukuman. Juga satu kemudahan untuk mereka yang kesulitan ongkos, seperti di kasus Ahmad Reza.

 

Keistimewaan itu tentu didapat berdasarkan rasa kasihan. RR mengatakan, “Saya bebas pagi. Bawa surat sakti [surat bebas] ini kemana-mana,” kata pria yang dulu tersandung kasus 363 KUHP, dan sudah dua tahun belakangan ini bebas dari Lapas Barelang.

 

RR mengatakan, karena setelah bebas tidak punya tujuan dan uang ia bahkan nekat menjumpai tauke-tauke di beberapa toko di Nagoya. Hasilnya dalam satu hari mengandalkan surat sakti itu ia mendapat uang Rp1,2 juta. “Satu hari itu saja. Datangi toko-toko, lalu saya bilang baru bebas sambil nunjukin surat sakti tadi. Kadang dikasih seratus ribu sampai seratus lima puluh ribu,” katanya. Penyumbang terbanyak dia dapat dari lokalisasi, “Disumbang Rp800 ribu untuk ongkos pulang ke Medan,” katanya.

 

Kata RR, memang orang yang pintar mangap dapat mulus menggunakan surat bebas tersebut. “Keluarga nggak ada di Batam, apalagi teman. Harus pandai-pandai kita bawakan diri. Jadi ada rasa iba orang untuk memberi,” katanya. Saat bebas ia cuma punya sebatang rokok dan satu tas pakaian. “Kalau pegawainya baik hati, dikasih ongkos ojek. Kalau tidak, ya, jalan kaki,” katanya. RR menyebut, tak sepeserpun uang yang dia punya waktu dia bebas. Hanya nasihat dari petugas Lapas yang tetap dipegangnya sampai saat ini. “Pesannya: ‘Jangan berulah lagi di luar.’ Gitu saja,” katanya.

 

Lantas, seperti apa prosedur narapidana mengurus surat bebas. Kebetulan, dirinya mengurus cuti bersyarat. Dan juga harus ada penjamin. “Bila bermasalah lagi di luar sebelum masa cuti bersyarat itu habis, maka cuti bersyarat bisa dicopot,” katanya. Sayangnya, lanjut RR ada oknum pegawai yang memanfaatkan momen dalam pengurusan surat bebas. “Seminggu sebelum bebas biasannya dapat kabar dari petugas pelayanan tahanan, beritahu surat sudah turun dari kejaksaan. Tanggal sekian bebas. Jadi oknum ini bilang; surat vonis saya mau dikeluarkan cepat atau gimana? Kalau misalnya cepat minta uang rokok mereka. Padahal itu tidak ada, surat itu kan turun sendiri,” katanya.

 

Hal senada juga dikatakan oleh JK, mantan narapidana kasus narkotika ini mengatakan, surat bebas itu memang berlaku buat transportasi dan makan. Tetapi statusnya tidak wajib, karena mengandalkan rasa iba saja. “Kalau tidak malu. Untuk transportasi darat yang harganya murah sih bisa, tetapi naik pesawat atau kapal, ya, tidak bisalah,” kata pria usia 40 tahunan ini.

 

Terkait yang dialami oleh Ahmad Reza, menurut dia, seharusnya jauh-jauh hari sebelum bebas sudah dibicarakan kepada petugas Lapas. Tujuannya agar ia mendapat pekerjaan di penjara untuk ongkos kepulangannya. Memang, di penjara-penjara ada pekerjaan yang dapat dilakukan narapidana sebagai bekal tambahan bagi para tahanan yang dapat dipergunakan ketika sudah keluar dari penjara.

 

Terlepas dari surat sakti itu, JK yang sudah bebas lebih dari 10 tahun ini mengatakan, “Memang harus ada solusi [bagi mereka yang setelah bebas tidak punya tujuan]. Biasanya orang bebas kalau tidak punya ongkos untuk pulang ke keluargannya dia akan mencari teman sepenjaranya. Ya, akhirnya berbuat kriminal lagi,” katanya.

 

Terkait narapidana yang baru bebas dari Lapas Barelang dan heboh di media sosial itu, Utopis sudah berusaha menghubungi Kepala Lapas Barelang, Batam Dannie Firmansyah di nomor ponsel +62 813-8548-XXXX pada Jumat 6 Mei 2022, tetapi tidak aktif.

 

Satu langkah keluar dari penjara adalah penentuan. Di kesempatan keduanya, narapidana yang baru bebas mengalami pergeseran identitas, melawan stigma, kesulitan ekonomi. Ada banyak film yang bercerita tentang momen semacam itu. Salah satu yang paling berkesan adalah kisah Brooks Hatlen di The Shawshank Redemption. Brooks setelah keluar dari penjara gagal menyesuaikan diri dengan dunia luar. Akhirnya, karena frustasi, Brooks lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

 

Brooks was here” kalimat itu terukir di sebuah kayu melintang di sebuah kamar tempat Brooks gantung diri. Tentu teramat memilukan bila kita membayangkan kalimat yang sama tertulis di pos polisi yang tak terurus itu.

 

 

Liputan Eksklusif

Jurnalisme Telaten

Utopis adalah media siber di Kota Batam, Kepulauan Riau. Etos kerja kami berasas independensi dan kecakapan berbahasa jurnalistik.

© 2022 Utopis.id – Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman Utopis.