Suasana pemotongan pita di Yayasan Ketahanan Keluarga dan Perlindungan Anak (YKKPA). Foto: Fathur Rohim.

Keutuhan Keluarga dan Anak-Anak yang Terlindungi

Kota Batam memang dikenal lebih berorientasi pada pembangunan ekonomi, sehingga sudah saatnya pemerintah beralih setelah hal itu terwujud, dan memberikan layanan terbaik pada masyarakat khususnya anak-anak.
Share on facebook
Share on twitter
Share on email
Share on whatsapp
Share on telegram

 

YAYASAN Ketahanan Keluarga dan Perlindungan Anak (YKKPA) secara resmi menjadi organisasi nirlaba yang bakal fokus pada isu keluarga dan hak-hak anak. Peresmian sekretariatnya di Kompleks Rosedale Blok E No. 85, Kota Batam, itu bahkan dihadiri langsung oleh Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait.

 

Yayasan ini disebut-sebut lahir atas rasa keprihatinan akan tingginya angka perceraian di Batam, yang pada akhirnya berdampak pada anak. Sehingga YKKPA memandang, anak-anak dari keluarga yang bercerai itu butuh wadah untuk berbagai keperluan dan kebutuhan.

 

Ketua Pengurus YKKPA, Osman Hasyim, mengatakan, berbicara perceraian maka taruhannya pasti anak yang raut kebahagiaannya hilang seumur hidupnya. Menurutnya, hak anak yang diatur dalam konferensi internasional yang menyebutkan bahwa orangtua wajib memberikan kebahagiaan, pendidikan, hak untuk berkumpul akan hilang seiring munculnya perceraian.

 

Dia bilang Batam memang gencar membangun infratruktur dan ekonomi, dan berbarengan itu terlihat pula melihat adanya ketimpangan dari sisi sosial. Utamanya soal perceraian dan dampaknya. “Angka perceraian di Batam secara presentase itu tinggi . Tahun lalu saja, ada sekitar 2.300 kasus perceraian. Kalau satu keluarga yang bercerai itu punya dua anak saja, maka ada sekitar 4.600 anak terdampak,” katanya kepada utopis.

 

Osman mengatakan, jika persoalan itu terus dibiarkan, dalam 10 tahun maka akan ada 46.000 anak terlantar atau terdampak dari perceraian. Padahal menurutnya, negara yang kuat adalah negara yang mampu menciptakan generasi yang berkualitas.

 

Dia khawatir jika persoalan perceraian tidak diantisipasi akan membuat Indonesia menjadi negara yang rapuh, karena generasinya tidak mendapat kualitas akibat dari perceraian itu. Meski begitu, dia berharap kehadiran YKKPPA dapat menjadi rumah untuk mengadu, tempat mencari nasehat, bimbingan, konseling, dan pendapingan hukum bagi masyarakat yang dilanda persoalan dalam rumah tangganya.

 

“Kami juga akan berkerja sama dengan Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Batam untuk mencari titik-titik tempat yang bisa kami bangun sebuah rumah atau ruang hijau ramah anak. Sebuah ruang untuk anak-anak dari kalangan menengah ke bawah yang dapat digunakan untuk bersosialisasi dan membentuk karakter mereka. Kami juga akan bekerja sama dengan satuan pendidikan tinggi untuk memberikan pembinaan secara terus-menerus di ruang hijau ramah anak itu,” kata dia.

 

Sebagai langkah awal hingga ke depan, kata Osman, YKKPA bakal berkolaborasi dengan pemerintah kota lewat Dinas Pemberdayaan Perempuan Anak, BP Batam, polisi, hingga unsur keagamaan dalam tiap kegiatannya. Sebab, persoalan keutuhan keluarga dan perlindungan anak dirasa tidak bisa dilakukan sendiri.

 

“Memang harus diakui bahwa Pemko dan BP Batam sangat luar biasa melakukan pembangunan infrastruktur. Mulai dari jalan, pelabuhan, hingga bandara. Tapi pertanyaanya bagaimana dengan pembangunan sosialnya? Kami di sini tidak mendesak pemerintah untuk melakukan itu, tetapi kehadiran YKKPA justru sebagai wujud peran serta masyarakat mewujudkan itu,” kata Osman.

 

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, mengungkapkan, kehadirannya di sana adalah sebagai bentuk keprihatinan akan nasib masa depan anak-anak di Kota Batam. Menurutnya, Batam memang dikenal lebih berorientasi pada pembangunan ekonomi, sehingga sudah saatnya pemerintah beralih setelah hal itu terwujud, dan memberikan layanan terbaik pada masyarakat khususnya anak-anak.

 

Itu karena Kota Batam adalah daerah yang belum steril dari pelanggaran-pelanggaran terhadap anak.  Catatan Komnas Perlindungan Anak lewat kerja sama dengan Polresta Barelang menyebutkan, bahwa terdapat 2.700 lebih anak-anak yang saat ini berada dalam konflik. Artinya banyak anak yang tersandung masalah hukum, baik yang menjadi pelaku maupun sebagai korban.

 

“Oleh karena itu maka tepatlah YKKPA ini hadir sebagai bagian dari partisipasi masyarakat untuk memerangi predator atau monster yang mengincar anak. Ketahanan keluarga juga kian tergerus dan menimbulkan tingginya angka perceraian. Korban paling terdampak sudah tentu anak-anak. Berdasarkan cacatan kami juga, sebagian besar pelaku kejahatan seksual terhadap anak dilakukan oleh keluarga terdekat korban,” kata Arist.

 

Dia menjelaskan, lembaga seperti YKKPA amat diperlukan di tengah masyarakat karena peristiwa-peristiwa pelanggaran terhadap anak sudah tidak dapat ditoleransi akal sehat. Dari data yang pihaknya kumpulkan dari seluruh polsek yang ada di Batam, 51 persen kasus kejahatan terhadap anak merupakan kekerasan seksual.

 

“Kalau ini dibiarkan maka ketahanan keluarga akan hancur. Karena sudah jelas, masa depan bangsa ada di tangan anak-anak kita saat ini. Jadi memang ada kelemahan di tengah-tengah kehidupan masyarakat saat ini, bahwa urusan anak itu masuk ke ranah domestik. Urusan orangtua masing-masing, padahal ya urusan kita selaku masyarakat juga,” kata dia.

 

Usia memotong pita tanda diresmikannya Sekretariat YKKPA, Komnas Perlindungan Anak beserta rombongan kemudian melanjutkan kegiatan bersama Pemerintah Kota Batam. Kegiatan itu disebut-sebut sebagai deklarasi bersama sebagai upaya kolektif mewujudkan Batam menuju kota layak anak.

 

 

Liputan Eksklusif

Jurnalisme Telaten

Utopis adalah media siber di Kota Batam, Kepulauan Riau. Etos kerja kami berasas independensi dan kecakapan berbahasa jurnalistik.

© 2022 Utopis.id – Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman Utopis.