Impor Gelap Kapal Jepang

Dalam triwulan terakhir, penyidik Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Batam sibuk menggilir sejumlah pengusaha untuk diperiksa. Bea Cukai sedang menelisik impor gelap kapal-kapal bekas dari Jepang, yang ditemukan petugas di PT Bintang Intipersada Shipyard, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Share on facebook
Share on twitter
Share on email
Share on whatsapp
Share on telegram

Dalam triwulan terakhir, penyidik Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Batam sibuk menggilir sejumlah pengusaha untuk diperiksa. Bea Cukai sedang menelisik impor gelap kapal-kapal bekas dari Jepang, yang ditemukan petugas di PT Bintang Intipersada Shipyard, Kota Batam, Kepulauan Riau, 6 November 2021 lalu.

 

Kepala Seksi Layanan Informasi Bea dan Cukai Batam, Undani, mengatakan, penyidikan kasus ini belum tuntas. Ia tidak menjawab siapa saja pelaku yang terlibat. “Masih dilakukan pemanggilan sejumlah orang untuk dimintai keterangan dan alat bukti,” katanya, 18 Februari 2022. Kejaksaan Negeri Batam juga baru menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sekitar dua pekan lalu, “Baru SPDP yang masuk, [sekitar] semingguan lah [masuknya],” kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Batam, Wahyu Octaviandi.

 

Dua kapal yang tertangkap bernama JMP II dan III. Diangkut oleh TB Kim Heng 1630 dari Jepang kemudian transit di Singapura, dan berakhir di Batam pada 29 Oktober 2021. Faktur pengiriman menyebutkan barang dikirim oleh Pioner Road Corporation yang bermarkas di Kochi, Jepang. Pemesannya adalah PT Sumringah Berkah Berjaya, sedangkan urusan impornya diatur PT Tribara Indo Marinatama. Dua nama perusahaan terakhir sama-sama beralamat di Kota Batam.

 

Seorang karyawan perusahaan pelayaran yang mengetahui kasus itu dan sempat ikut diperiksa mengatakan, otak pelaku penyelundupan adalah pengusaha berinisial CGM. Pemain lama di bidang keagenan kapal itu mencoba mengelabui petugas pabean dengan memanipulasi dokumen. Manifes pengiriman dia laporkan kosong. Nyatanya, kapal tongkang berisi dua kapal multifungsi seharga 435 ribu dollar dan satu set perlatan pengangkatan seharga 1000 dollar. Terbongkar ketika petugas Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan, sepekan setelah kapal-kapal bekas itu diturunkan di galangan.

 

CGM sendiri adalah Direktur Utama PT Tribara Indo Marinatama, yang alamat perusahaannya terkenal sering berpindah-pindah. Belakangan, Komisarisnya, Andrew Dimpu Samosir, saat dihubungi utopis.id menyebut perusahaan yang mereka dirikan bersama pada tahun 2020 itu izinnya sudah nonaktif sejak Juni 2021. CGM katanya, hanya mencatut nama saja. Ia juga mengaku tidak tahu sama sekali ihwal impor gelap yang dilakukan rekannya. “Kami juga mau melaporkan [CGM] ke polisi juga. Saya tidak pernah komunikasi lagi sama dia,” katanya, 25 Februari 2022.

 

Andrew mengatakan, tenaga ahli perusahaan mereka sudah diperiksa oleh Bea Cukai. Sementara dirinya sempat dipanggil, tetapi belum jadi diperiksa sampai sekarang. Alasannya, menurut dia, karena ia bisa membuktikan dirinya tidak terlibat, dan kasus ini murni ulah CGM. “Soalnya dia [CGM] itu sudah kita kasuskan juga dengan klien-klien yang lain. Perusahaan [Tribara] itu sudah mati. Jadi, saya enggak tahu kliennya [CGM] siapa, yang menyuruh siapa. Saya juga lagi di Jakarta,” katanya.

 

Pada 23 Februari 2022, utopis.id mendatangi PT Sumringah Berkah Berjaya yang tercatat di faktur pengiriman beralamat di Merlion Square Blok W Nomor 10 dan 11, Batu Aji, Kota Batam. Saat dikunjungi, kantor itu berupa rumah hunian yang ditinggali oleh satu keluarga. Penghuninya adalah Todik, salah satu pekerja perusahaan tersebut.

 

Hari itu, Todik tidak bisa leluasa diwawancara, karena mengaku sedang isolasi mandiri. Namun, ia sempat menjelaskan kalau tugas perusahaannya sebatas memperbaiki kapal saja. “Porsinya adalah dari owner sama agen. Kami cuma repair saja. Selebihnya Pak CGM yang tahu karena dia yang punya kontraknya,” katanya.

 

Sementara salah seorang karyawan PT Bintang Intipersada Shipyard, yang diutus mewakili perusahaannya saat diperiksa Bea dan Cukai sebagai saksi menolak mengomentari kasus ini. Intinya, ia membantah keterlibatan perusahaannya. Galangan katanya, cuma tempat persinggahan sementara kapal-kapal itu saja.

 

Mulusnya kapal-kapal selundupan ini berlabuh di galangan PT Bintang Intipersada Shipyard tentu memunculkan dugaaan keterlibatan banyak pihak, bukan cuma ulah CGM seorang yang memalsukan dokumen. Indikasinya, kapal sudah sepekan selesai dibongkar dari tongkang, dan terparkir di galangan. Termasuk soal PT Tribara Indo Marinatama, yang mengurus semua importasi kapal-kapal itu disebut si komisaris, izinnya sudah lama nonaktif.

 

Dari surat pemanggilan saksi diketahui kalau para pelaku yang terlibat dalam kasus ini diduga melanggar Pasal 102 Huruf C dan/atau Pasal 103 Huruf A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 tahun 1995. Ancaman hukumannya paling lama 20 tahun dan denda paling banyak senilai Rp100 miliar.

Liputan Eksklusif

Jurnalisme Telaten

Utopis adalah media siber di Kota Batam, Kepulauan Riau. Etos kerja kami berasas independensi dan kecakapan berbahasa jurnalistik.

© 2022 Utopis.id – Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman Utopis.