DUA KERANDA itu mereka gotong sampai ke depan pagar gedung perwakilan kantor Gubernur di Graha Kepri, Batam Center, Kota Batam, yang sudah berhias kawat berduri serta dijaga polisi. Tulisan di kain putih dengan cat semprot merah punya pesan menohok: “Matinya Hati Gubernur” dan “Upah Murah Selamat Jalan”. Unjuk rasa pada Desember 2021 itu adalah aksi untuk kesekian kalinya. Merupakan maujud kekesalan mereka terhadap Gubernur Ansar Ahmad, yang dianggap mengingkari janjinya soal UMK 2022 Kota Batam. Selain aksi, posko prihatin kurang lebih empat bulan juga didirikan di Taman Aspirasi, Batam Center. Begitulah perjuangan buruh di Batam.
“Tapi sampai sekarang, buruh merasa dipermainkan,” kata Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kepri, Saiful Badri Sofyan, Selasa 5 Juli 2022. Apalagi setelah gugatan kasasi Gubernur Kepri Ansar Ahmad perihal Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2021 ditolak oleh Mahkamah Agung. Petinggi buruh di Kepri ini menilai, kasasi yang dilakukan gubernur hanya sekadar eksistensi dan mengulur waktu. Tingkat pertama gugatan itu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjung Pinang, buruh menang. Gubernur Ansar banding ke Pengadilan Tinggi TUN Medan, ditolak.
“Kalah, dimohonkan lagi, sampai kasasi, ditolak lagi. Buruh menang,” kata Saiful menyebut gugatan ini diajukan oleh Aliansi Serikat Pekerja. Saiful mengatakan, seharusnya Gubernur Ansar segera menerbitkan Surat Keputusan UMP-UMK yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan. “Itu perintah putusan Mahkamah Agung. Jika tidak dijalankan tentu berdampak saat penetapan UMP-UMK Tahun 2022 yang dasarnya SK 2021 tadi,” katanya.
Lantas apa acuan pengusaha menetapkan UMP-UMK di Kepri Tahun 2022?
Belum kelar dengan persoalan SK Gubernur Tahun 2021, bulan Februari 2022, buruh kembali menggugat. Isi dari gugatan yang didaftarkan oleh Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW-FSPMI) Kepri menyatakan batal atau tidak sahnya: Keputusan Gubernur Kepulauan Riau nomor 1373 tahun 2021 tentang Upah Minimum Kota Batam Tahun 2022 Tertanggal 1 Desember 2021. Kemudian Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 1365 Tahun 2021 Tentang Upah Minimum Kota Tanjung Pinang Tahun 2022 Tertanggal 30 November 2021, dan Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 1366 Tahun 2021 Tentang Upah Minimum Kabupaten Bintan Tahun 2022 Tertanggal 30 November 2021, serta Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 1367 Tahun 2021 Tentang Upah Minimum Kabupaten Karimun Tahun 2022 Tertanggal 30 November 2021.
“UMK yang berlaku sekarang berdasarkan SK Gubernur berdasarkan PP 36 Tahun 2021. Harusnya para pihak saling menghormati apa yang diputus oleh PTUN Tanjung Pinang. Sudahi ini,” kata Andy Saputra dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) FSPMI Kepri kepada Utopis, Jumat 8 Juli 2022.
Andy mengatakan, perdebatan buruh, pengusaha, dan pemerintah sampai akhir ini tidak ada habisnya. Setahu dia, regulasi yang dibuat pusat selalu jadi rancu, tumpang tindih. Setiap tahun selalu jadi perdebatan di kalangan buruh dan pengusaha.
“Karena rujukan dari aturan ini abu-abu. Beda dengan aturan yang diterapkan pada tahun 2011-2012 lalu. penetapan itu masih menggunakan Upah Minimum Kelompok Usaha,” katanya. Dia menyebut, ini sebenarnya jika berbicara penyesuaian upah yang berkeadilan. Misal: tidak menyamakan upah pekerja atau buruh yang bekerja di galangan kapal dengan buruh di SPBU atau mal atau sektor kecil lainnya.
Andy menyebut, sebelum PP 36 Tahun 2021 diterbitkan, ada PP 78 Tahun 2015 yang masih mengatur upah sektoral dibagi 3 kelompok pengupahan berdasarkan risiko atau skala pekerjaan. “Ini jadi pembeda,” kata Andy. Tapi aturan ini dianggap merugikan buruh, lantaran tidak ada pemerataan upah minimum bagi buruh dan dibatalkan. PP 36 Tahun 2021 yang jadi rujukan. Menurut dia, PP 36 Tahun 2021 ini belum konstitusional sebab harus diperbaiki oleh pemerintah selama dua tahun. Katanya, kalau belum diperbaiki maka PP 36 Tahun 2021 itu tak bisa berlaku. Harus menggunakan UU yang lama.
“Karena itu adalah amar dari putusan MK Nomor 7. Tapi pendapat pemerintah, ini sudah berlaku dan dipaksakan untuk berlaku, tentunya tak relevan,” kata Andy menilai Gubernur sudah mencurangi buruh.
Terkait gugatan di PTUN Tanjung Pinang tersebut, saat ini agenda masih kesimpulan. Pihaknya berharap hakim menegakkan hukum seadil-adilnya, berdasarkan fakta hukum yang ada diproses persidangan, baik dari bukti-bukti maupun saksi-saksi yang sudah diajukan. “Kami tak punya hak untuk mengintervensi apa yang diputuskan oleh majelis nantinya. Tapi kita meyakinkan dan berharap kepada majelis hakim putuskan lah berdasarkan putusan yang berkeadilan dan sebenarnya. Besar harapan buruh di Kepri mendapatkan upah yang berkeadilan,” katanya.
Percuma UMK Naik?
Andy mengatakan, kenaikan upah ini juga percuma jika pemerintah tidak dapat mengontrol kenaikan harga kebutuhan pokok, Bahan Bakar Minyak (BBM), serta tarif listrik dan air yang dikabarkan akan naik. Jadi setiap tahun, buruh itu bukan bicara kenaikan upah tapi penyesuaian daya beli. “Tiap tahun SK yang Gubernur keluarkan itu untuk pekerja yang di bawah 1 tahun dan berstatus lajang,” tegasnya. Nah, untuk yang pekerja di atas 1 tahun ke atas serta yang sudah berkeluarga ini yang harus dibicarakan pada internal masing-masing perusahaan. Tentu skema di setiap perusahaan itu berbeda-beda mengacu kepada kebijakan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan aturan yang sudah diatur atau berjalan sebelumnya.
Terkait upah yang dibayarkan perusahaan saat ini, katanya memang belum ada rujukan perusahaan untuk menaikkan upah yang sedang berjalan sekarang. “Harapan buruh upah yang ditetapkan tahun 2021 itu dirubah karena ini masih tahun berjalan, sebagai rujukannya putusan MA dan MK,” katanya. Data yang diperoleh: UMK Batam Tahun 2021 Rp 4.265.339 UMK Batam Tahun 2022 Rp 4.482.871. Nilai kenaikan upah Rp 217.532. Sedangkan UMK Tanjung Pinang Tahun 2021 Rp 3.013.012 dan UMK Tahun 2022 Rp 3.166.676. Sementara UMK Bintan 2021 Rp 3.648.714 dan UMK Tahun 2022 Rp 3.834.798. Dan UMK Karimun 2021 Rp 3.335.902 dan UMK 2022 Rp 3.506. 033.
Andy melanjutkan, rujukan pengusaha kini tetap pada SK Gub 2021 yang belum dirubah. Dia menambahkan, tapi ada beberapa perusahaan yang kooperatif, hubungan industrialnya baik. Pada saat penetapan SK Gub pada PP 36 Tahun 2021, rekan buruh di perusahaan sudah berunding dan tidak mengacu pada PP 36 Tahun 2021 dan SK Gubernur Kepri. “SK Gubernur ini digunakan untuk penyesuaian upah untuk pekerja yang satu tahun ke bawah. Sedangkan untuk konsep pengupahan pekerja yang satu tahun ke atas, mereka berunding lagi untuk kenaikannya,” kata Andy.
Katanya, mayoritas itu di perusahaan Mukakuning, yang berunding. Seperti PT Varta, PT TEC, Epson, Infineon yang skala upah buka merujuk pada SK Gubernur Kepri dan PP 36 Tahun 2021. “Perusahaan sehat ini, setiap upah tahunan tadi dirundingkan, bagaimana skema kenaikan. Kebanyakan kenaikan upah itu berdasarkan masa kerja. Semakin lama masa kerja, tentunya berbeda kenaikan gajinya. Dan itu sudah tertuang dalam perjanjian kerja bersama yang sudah berjalan atau masih berlaku di perusahaan,” kata Andy.
Dia mencontohkan, PT Flextronics Technology Indonesia di Kawasan ABB Mukakuning, sudah berunding atas perubahan perjanjian kerja bersama. Perubahan ini, katanya tidak mengacu kepada PP 36 Tahun 2021 ataupun Omnibus Law. “Mereka mengacu pada PP 13 Tahun 2003 terkait isi dari perjanjian kerja bersama. Dan itu adalah prestasi. Ini konsep yang sudah baik di PP 13 Tahun 2003 dan itu yang dihilangkan dalam PP 36 Tahun 2021,” sesalnya.
Pendapat Pengusaha
Terkait SK UMK Tahun 2021, menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Gubernur Kepri kesulitan merevisinya. Karena SK tersebut sudah tidak berlaku (kadaluarsa) dan jika dikeluarkan SK baru yang diterbitkan tahun ini misalnya tentu tidak bisa berlaku surut. “Karena sudah menjadi azas dalam hukum. Jadi tidak akan berpengaruh bagi UMK tahun 2021 yang sudah lewat,” kata Ketua Apindo Batam Rafki Rasyid kepada Utopis, Sabtu 9 Juli 2022.
Kemudian apakah berpengaruh ke UMK Batam 2022 jika direvisi oleh Gubernur? Jawabannya adalah Gubernur juga tidak bisa merevisi SK UMK tahun 2022 karena saat ini SK tersebut sedang digugat di PTUN oleh kawan-kawan Serikat Pekerja. “Jadi Gubernur tidak boleh merubah SK UMK Batam tahun 2022 tersebut, sampai nanti keluarnya keputusan pengadilan TUN,” katanya.
Rafki mengatakan, “Jadi sebenarnya Gubernur tidak bisa disalahkan dalam posisinya yang demikian itu.”
Terkait kebutuhan pokok yang melonjak, dia mengakui, tentunya ini terpisah dari persoalan upah. “Kita harus pahami bersama bahwa upah minimum itu hanya jaring pengaman upah, bukan upah yang harus diperjuangkan,” terangnya. Saat ini beberapa perusahaan anggota Apindo sudah membayar karyawannya di atas UMK. “Jadi seharusnya UMK jangan dijadikan patokan upah karena hanya jaring pengaman. Pekerja bisa merundingkan dengan perusahaannya secara Bipartit terkait berapa upah yang disepakati,” katanya.
Biasanya jika perusahaan mampu dan sedang bagus keuangannya tuntutan kenaikan upah akan dipenuhi. Tentunya perundingan juga harus dijalankan dengan baik tanpa ada tekanan tekanan terhadap perusahaan. “Maka dengan demikian seharusnya pekerja jangan terlalu fokus lagi pada upah minimum. Sebaiknya fokus kepada upah yang diterima,” katanya.
Dia melanjutkan, saat ini ada kewajiban struktur dan skala upah yang diwajibkan harus dibuat perusahaan. Nah pada saat menyusun struktur dan skala upah ini pekerja bisa merundingkan upah yang layak sesuai dengan keahlian, masa kerja, pendidikan, resiko kerja dan variabel lainnya dengan pengusaha. Dengan demikian akan terjadi perundingan.
“Harapan kita demo-demo dari kawan-kawan pekerja bisa dikurangi karena akan berdampak pada investasi yang ada di Batam. Kita sedang bersiap untuk bangkit setelah hampir tiga tahun dihantam pandemi Covid-19. Jadi mari kita bangun Batam sama sama dengan menjaganya tetap kondusif,” katanya.
Buruh Bersurat
Sejauh ini, Aliansi Serikat Pekerja sudah berkomunikasi dengan Ombudsman Perwakilan Kepri. Buruh juga sudah bersurat ke Ombudsman RI, DPR RI, Mendagri, Mensesneg sampai ke Presiden Jokowi. “Kami bersurat karena pemerintah daerah tidak melaksanakan putusan pengadilan,” kata Ketua SPSI Kepri Saiful Badri Sofyan. Seharusnya, sambung Saiful, Gubernur Kepri tidak mengajarkan masyarakat untuk melawan aturan. Persoalan ini juga sudah ditengahi oleh Ombudsman Kepri. “Gubernur hanya dapat memilih untuk menjalankan keputusan atau mengajukan Peninjauan Kembali (PK),” kata Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri Lagat Paroha Patar Siadari dalam siaran pers, usai menerima kunjungan dari Aliansi Serikat Pekerja Kepri pada 23 Maret 2022 lalu.
Lagat meminta, agar Gubernur tidak abai dengan keputusan MA itu, karena dapat menjadi contoh buruk bagi masyarakat sehingga enggan menaati hukum. Ombudsman menyarankan Gubernur dan teman-teman Aliansi Serikat Pekerja membahas langkah selanjutnya pasca putusan MA. “Mengeluarkan SK baru atau lanjut ajukan PK, tentunya dengan menyampaikan terlebih dahulu apa kendalanya,” kata Lagat saat itu.