Dua orang pegiat antikorupsi membentang spanduk di depan kantor Kejari Batam. Foto: Arsip narasumber.

“Ada Apa Kejaksaan dengan Pemko Batam?”

Mereka mengaku sebagai pegiat antikorupsi, yang datang memberi dukungan agar Kejaksaan Negeri Batam berkinerja, tidak "mandul" dalam mengusut dugaan korupsi di Pemerintahan Kota Batam.
Share on facebook
Share on twitter
Share on email
Share on whatsapp
Share on telegram

 

Kamis pekan lalu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam di Kepulauan Riau kedatangan tamu. Mereka mengaku sebagai pegiat antikorupsi, yang datang memberi dukungan agar kejaksaan berkinerja, tidak mandul. Ada beberapa hal yang disoroti. Mulai dari dugaan korupsi percepatan infrastruktur di 12 Kecamatan di Batam, dugaan penyelewengan dana di Sekretaris Daerah Batam atas temuan BPK sebesar Rp1,9 miliar, kemudian dugaan korupsi gedung Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dugaan korupsi Bansos Covid-19, dan terakhir penyelewengan dana Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU) bright PLN Batam yang ada selisih Rp 180 miliar. 

 

Mulkansyah salah satu dari pegiat antikorupsi khawatir dan bertanya, “Kenapa Pak Wali dan Ibu Kajari dekat?”

 

Pak Wali yang dimaksud adalah Wali Kota Batam Muhammad Rudi. Sedangkan Ibu Kajari Batam itu Herlina Setyorini. Rapat atau dekat menurut Mulkansyah, itu disorotnya dalam setiap kegiatan seremonial. Baik Pemko Batam yang menggelar, atau sebaliknya. “Kami bukan curiga, tetapi kami bertanya-tanya juga, ada apa Kejaksaan dengan Pemko Batam?” kata Mulkansyah dihubungi Utopis, Sabtu 20 Agustus 2022.

 

Mulkansyah mengatakan, ada bantuan hibah berupa sembako dari Pemko Batam di Hari Bhakti Adyaksa belum lama ini. Juga ada hibah dari pemerintah kota yang disebut-sebut sekitar Rp 4 miliar untuk proyek renovasi gedung Kejari Batam serta fasilitas untuk Balai Rehabilitasi Napza Adhyaksa Kota Batam di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah di Batu Aji, Batam. Lagi-lagi itu aset dari Pemko Batam.

 

Menurut dia, zamannya Kajari Polin Oktavianus Sitanggang, masih mending ada beberapa kasus yang menjadi berkas atau sampai ke pengadilan. “Untuk dugaan korupsi SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) di RSBP Batam sudah dekat tersangkanya. Tapi di masa Ibu Kajari, apa kelanjutannya. Kita tidak ingin ada penilaian negatif masyarakat terhadap kinerja Kejaksaan?” kata Mulkan.

 

Kepala Seksi Intelijen Kejari Batam, Riki Saputra pun menanggapi soal Pak Wali dan Ibu Kajari dekat atau rapat belakangan ini. “Kalau rapat [dekat] itu tidak harus diartikan ada apa? Karena yang diundang bukan Ibu Kajari sendiri. Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) Kota Batam. Ada Kapolresta, Dandim dan lainnya juga diundang. Jangan diartikan Ibu Kajari selalu datang diartikan dekat? Namanya diundang dan bergabung dalam Forkopimda kami datang. Kecuali tak diundang kami hadir, itu salah,” kata Riki ketika dikonfirmasi.

 

Begitu juga terkait hibah atau bantuan. Riki meminta agar pegiat antikorupsi membedakan profesional kinerja kejaksaan dengan adanya hibah. “Hibah kita terima resmi. Tidak sembunyi-sembunyi dan memang itu tercatat,” kata dia. Namun, untuk hibah, setahu Riki bukan kejaksaan saja yang menerima atau mendapat itu. “Kenapa di kantor kita saja dipermasalahkan? Sementara di kantor lain atau instansi lain banyak atau ada juga menerima hibah,” kata Riki.

 

Meskipun pihaknya menerima hibah, tak mungkin Kejaksaan menghentikan kasus-kasus dugaan korupsi yang kini tengah ditanganinya. “Kami profesional, memisahkan antara kinerja dengan sinergitas antar lembaga,” kata Riki. Lagi pula, sambung Riki, hibah yang diberikan bukan dari pribadi Wali Kota Batam, tetapi dari instansi ke instansi. “Kami terima secara resmi. Ada berita acaranya, jika sudah selesai dan itu dijadikan sebagai aset Barang Milik Negara (BMN),” katanya terkait dana hibah renovasi gedung Kejari Batam tahun ini.

 

Mengenai rumah rehab atau Balai Rehabilitasi Napza Adhyaksa Kota Batam, Riki mengatakan, itu perintah langsung dari pusat, Kejaksaan Agung. Pihaknya bekerja sama dengan RSUD Embung Fatimah. “Kami tak punya rumah sakit. Bukan dalam artian kami mencari keuntungan di situ. Rumah rehab itu semata untuk warga Batam dalam hal restoratif justice tindak pidana Narkotika yang kami terapkan sebagai mana amanat Kejagung ,” kata dia.

 

Pihaknya ingin, para pegiat antikorupsi bersabar. Menurut dia, kejaksaan seperti tak bekerja tapi bekerja. Ada hal-hal yang perlu dipublikasi dan yang belum. “Seperti kasus korupsi SIMRS dan SMKN 1 Batam. Bukan kami tak bekerja, tapi kami sudah sampai di tahap penghitungan kerugian negara,” katanya. Riki menilai progresnya cepat dari segi waktu. “Kenapa ini tidak kami terlalu ekspos karena belum ada penetapan tersangka, masih tahap pengumpulan alat bukti. Jika alat bukti sudah cukup, karena yang krusial di Tipikor ini menghitung kerugian negara itu benar-benar pasti dan terbukti,” kata Riki.

 

Riki mengatakan, sebab kalau hanya perbuatan melawan hukum tidak ada kerugian keuangan negara itu bukan tindak pidana korupsi. Harus cukup unsurnya. “Kita sampai saat ini masih menunggu hasil audit dari BPKP terkait kerugian negara. Mohon bersabar,” katanya. Selain kasus lama, pihaknya juga mencium beberapa dugaan korupsi di Batam. “Ini masih kami selidiki. Kalau sudah bisa kita publis kita akan publikasikan,” kata Riki berjanji.

 

 

Liputan Eksklusif

Jurnalisme Telaten

Utopis adalah media siber di Kota Batam, Kepulauan Riau. Etos kerja kami berasas independensi dan kecakapan berbahasa jurnalistik.

© 2022 Utopis.id – Dilarang mengutip dan menyadur teks serta memakai foto dari laman Utopis.